Sabtu, 01 Juni 2013

Laporan PA Acara VII ; Kualitas Air Untuk Pertanian


LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN
ACARA VII
KUALITAS AIR UNTUK PERTANIAN


Disusun oleh:
1.      Fahmi Anugrah Tirta                (12130/PN)
2.      Novira Maya Sari                    (12142/PN)
3.      Fahmi Ekaputra                        (12147/PN)
4.      Amal Wira Nurhanafi               (12164/PN)
5.      Zulham Aaron Mochamad        (12172/PN)
6.      Rivandi Pranandita Putra           (12175/PN)
              Gol./ Kel.      : B5/ 3
  Asisten          : Rosyida Ismi Barroroh



LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013


ACARA VII
KUALITAS AIR UNTUK PERTANIAN

I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pertanian berkelanjutan merupakan suatu upaya memelihara, memperpanjang, meningkatkan dan meneruskan kemampuan produktif dari sumberdaya pertanian untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan. Guna mewujudkan pertanian berkelanjutan, sumberdaya pertanian seperti air dan tanah yang tersedia perlu dimanfaatkan secara berdaya guna dan berhasil guna. Kebutuhan akan sumberdaya air dan tanah cenderung meningkat dengan adanya pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup, sehingga kompetisi dalam pemanfaatannya juga semakin meningkat tajam baik antara sektor pertanian dengan sektor non-pertanian maupun antar pengguna dalam sektor pertanian itu sendiri.
      Pengelolaan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman di lahan dapat dilakukan melalui irigasi. Namun, saat ini pemeliharaan irigasi dan air irigasi di Indonesia kurang diperhatikan. Oleh karena itu, kualitas air irigasi menjadi hal yang harus diperhatikan dengan baik agar produksi pertanian dapat memenuhi standar kuantitas maupun kualitas. Kualitas air untuk pertanian ini, harus tetap dijaga baik sebelum maupun sesudah memasuki areal pertanian.

B.     Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara menghitung kualitas air secara kuantitatif.

C.     Tinjauan Pustaka
Air merupakan regulator yang universal dimana hampir berbagai macam zat terlarut di dalamnya dan berinteraksi langsung dengan sistem yang terdapat dalam setiap organisme hidup. Kualitas air merupakan salah satu aspek yang semakin banyak mendapatkan perhatian dan pengelolaan sumber daya air. Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan ke kegiatan lain. Sebagai contoh: kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk keperluan air minum. Kualitas air mengacu pada kandungan polutan yang terkandung dalam air dan kaitannya untuk menunjang kehidupan ekosistem yang ada di dalamnya. Dalam memahami kualitas air, kita perlu mengetahui sifat-sifat air terlebih dahulu (Haslam, 1995).
Air irigasi didistribusikan ke petak pertanian dengan jumlah dan kualitas air sesuai kebutuhan tanaman yang diusahakan, serta mengalirkan kelebihan air ke tempat lain hingga tidak merusak tanaman. Air irigasi yang cukup dengan kualitas air yang sesuai dengan peruntukan tanaman dapat mendukung pertanian sehat. Salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air adalah baku mutu air, yaitu batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar dalam air tetapi masih sesuai dengan peruntukannya. Sesuai keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Negara tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, air irigasi termasuk golongan D yang diperuntukkan bagi pertanian dan dapat pula digunakan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik tenaga air. Persyaratan kualitas air golongan D ini lebih rendah disbanding golongan A, B, dan C yang berturut-turut diperuntukkan bagi air minum, mandi, serta peternakan dan perikanan. Berbagai persyaratan tersebut meliputi sifat fisik, kimia dan biologi. Sifat fisik memuat seperti kekeruhan dan warna kekeruhan air terkait padatan yang tersuspensi, sementara sifat kimia diantaranya adalah derajat keasaman, kadar O2 terlarut, serta padatan terlarut seperti nitrat fosfat dan residu pestisida. Untuk sifat biologi, parameter yang digunakan adalah jumlah mikroorganisme pathogen yang ada di dalam air (Anonim, 2010).
Kualitas air dijabarkan dalam kekeruhan yang dinyatakan dalam NTU (Nephelometric Turbidity Units). Semakin banyak padatan tersuspensi dalam air maka air terlihat semakin kotor dan nilai NTU nya semakin tinggi. Nilai pH air mengindikasikan apakah air bersifat asam atau basa. Tingkat pH yang baik untuk air minum adalah antara 6,5 dan 8,5. Nilai pH di bawah 6,5 akan terlalu asam dan pH di atas 8,5 akan terlalu basa. Secara umum, kualitas air harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia dan radioaktif. Parameter kualitas air tersebut harus dipenuhi sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian sebelum didistribusikan ke tanaman budidaya (Anonim, 2011).
Pencemaran air dapat dijadikan indikator penentuan kualitas air. Pencemaran air dikelompokkan menjadi empat, yaitu dari bahan organik, anorganik, zat kimia, dan limbah. Bahan buangan organik biasanya berupa limbah yang dapat terdegradasi oleh mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan perkembangan mikroorganisme. Sementara itu, bahan buangan anorganik berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan mikroorganisme tidak dapat mendegradasinya. Macam-macam bahan anorganik berasal dari logam-logam seperti ion kalsium (Ca), ion timbal (Pb), ion magnesium (Mg), ion arsen (As), dan air raksa (Hg). Bila logam-logam tersebut mencemari air, maka akan menimbulkan akumulasi yang pada akhirnya menyebabkan air menjadi sadah dan mengganggu kesehatan manusia. Bahan buangan yang berasal dari zat kimia dihasilkan oleh sabun, pestisida, zat warna kimia, larutan penyamak kulit, dan zat radioaktif. Limbah adalah zat, energi atau komponen lain yang dikeluarkan/ dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industry maupun non-industri. Limbah bisa merusak kualitas air untuk pertanian dan membahayakan kesehatan tanaman budidaya (Harmayani dan Konsukartha, 2007).
Kondisi DAS dikatakan baik jika memenuhi beberapa kriteria, antara lain kualitas air baik dari tahun ke tahun, debit sungai konstan dari tahun ke tahun, ketinggian air muka tanah konstan dari tahun ke tahun, serta fluktuasi debit antara debit maksimum dan minmum kecil. Ini digambarkan dengan nisbah debit tersebut. DAS sendiri merupakan suatu sistem yang mempunyai potensi besar untuk mengalami polusi atau pencemaran. Komponen utama DAS yang berpotensi untuk tercemar adalah badan air dan tanah, yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada makhluk hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan) yang berinteraksi dengan komponen-komponen yang ada dalam sistem DAS atau daerah yang dipengaruhinya. Penurunan kualitas air di DAS antara lain disebabkan oleh: (a) meningkatnya kandungan sedimen dalam air sungai, (b) sistem pembuangan air limbah industry di sepanjang aliran sungai sehingga terjadi pencemaran, (c) limbah rumah tangga yang ikut mempengaruhi kualitas air dan (d) akibat negatif intensifikasi pertanian (Mulyadi et al., 2008).
Daerah Aliran Sungai Code, Winongo, dan Gajah Wong sebagian besar dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Limbah dari kegiatan tersebut umumnya langsung dibuang ke dalam sungai dan akan berdampak sangat buruk terhadap kualitas sungai. Dampak buruk terhadap kualitas air sungai tersebut tentu saja tergantung dari jenis, jumlah, dan sifat dari limbah yang masuk ke dalam sungai. Nilai pH air yang normal adalah sekitar 6 – 7,5 (normal). Fluktuasi nilai pH pada air sungai dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain (i) bahan organik atau limbah organik, meningkatnya kemasaman dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian; (ii) bahan anorganik atau limbah anorganik, air limbah industri bahan organik umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga kemasamannya juga tinggi; (iii) basa dan garam basa dalam air seperti NaOH2 dan Ca(OH)2 dan sebagainya; (iv) hujan asam akibat emisi gas (Siradz et al., 2008).
Masalah yang ditimbulkan oleh air irigasi terkait kualitasnya dapat berupa salinitas, daya hantar listrik (EC), kandungan lumpur, pH, akumulasi Na+. Cl-, dan BO3- yang bersifat racun, serta kandungan N yang tinggi. Kesemuanya itu dapat menurunkan kuantitas maupun kualitas hasil panen atau bersifat korosif terhadap alat-alat pertanian. Salinitas terjadi bila garam-garam yang berasal dari air tanah yang dangkal dan salin atau dari garam-garam yang terlarut dalam air irigasi terakumulasi pada zona perakaran sehingga tanaman tidak mampu menyerap air dari tanah dalam jumlah cukup banyak untuk memenuhi kebutuhannya. Apabil penyerapan air sangat menurun maka tanaman akan memperlihatkan gejala kekeringan dan bila tidak segera diatasi dapat merugikan atau bahkan kegagalan panen (Ayers dan Westcot, 1989).
Dalam menentukan kualitas air dikenal tiga parameter utama, yaitu oksigen terlarut, kebutuhan oksigen biologis, dan kebutuhan oksigen kimia. Oksigen (O2) merupakan parameter penting dalam air. Sebagian besar makhluk hidup dalam air membutuhkan O2 untuk mempertahankan hidupnya, baik tanaman air maupun hewan yang hidup di air bergantung pada oksigen terlarut. Keseimbangan oksigen terlarut dalam air secara alamiah terjadi secara berkesinambungan (Isidoro dan Ramon, 2007).
Kriteria air yang bagus digunakan dalam sektor pertanian, antara lain air tersebut tidak memiliki konsentrasi garam yang tinggi karena dengan tingginya tingkat konsentrasi garam maka akan meningkatkan tekanan osmotic yang berpengaruh dalam penghambatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, air yang bagus digunakan untuk pertanian juga harus memiliki kandungan sodium yang rendah karena sodium terdapat di koloid tanah dan akan berfluktuasi sesuai penambahan air irigasi atau air hujan dan sistem koloid tanah, sebab air yang baik bagi pertumbuhan tanaman adalah yang bersodium rendah. Kriteria lain adalah nilai pH berkisar antara 6,5 – 8,4 atau pH netral, karena apabila pH tinggi atau lebih dari 8,5 sering ada HCO3- dan CO3- dalam konsentrasi tinggi atau disebut alkalinity. Selain itu, air yang baik untuk pertanian juga harus memilih nutrisi yang tidak berlebih karena apabila nutrisinya berlebih maka akan mengurangi kualitas hasil pertanian (Nawawi, 2001).

II.  METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air Untuk Pertanian Acara VII yang berjudul Kualitas Air Untuk Pertanian ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 24 Mei 2013 di Laboratorium Agrohidrologi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sampel air dari sungai Winongo, Code, Gajah Wong di dekat Museum Affandi Yogyakarta dan sungai Gajah Wong di sekitar Gembira Loka. Alat yang digunakan yaitu pH meter, EC meter, botol, beaker glass, cawan dan oven.
Cara kerja pada praktikum ini yaitu mula-mula dari masing-masing kelompok mengambil sampel air di tempat yang telah ditentukan. Air diambil dari bagian tepi kiri, kanan dan tengah sungai sebelum dikompositkan. Air dimasukkan ke dalam botol lalu diambil diambil sebanyak setengah botol air mineral 600 ml pada masing-masing titik air dan dihomogenkan. Air dituang ke beaker glass sebanyak 50 ml lalu dicek pH dan DHL dari sampel yang telah homogen tersebut lalu hasilnya dicatat. Cawan kosong ditimbang, lalu diisi air dan dioven pada suhu 110°C hingga kering. Hasil yang didapat ditimbang dan dicatat. Kekeruhan air sampel antara sungai satu dengan yang lain dibandingkan satu sama lain. Jumlah bahan terlarut dalam air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Zat Terlarut (gr) = Berat Cawan + Air Setelah Dioven (gr)
                                                Berat Cawan (gr)

III.             HASIL PENGAMATAN
Tabel 3.1. Data Warna, pH, DHL, dan Bahan Terlarut pada berbagai Sampel
Lokasi Sampel
Warna
pH
DHL (ms/cm)
Bahan Terlarut (gr)
Sungai Winongo
++
8,12
2,90
0,0158
Sungai Code
++++
8,16
0,40
0,0077
Sungai Gajah Wong Bonbin
+++
8,08
0,80
0,0149
Sungai Gajah Wong Affandi
+
7,40
0,55
0,0153

Keterangan:
Jernih   = +
Keruh  = ++++++

Contoh Perhitungan:
-          Sungai Winongo
pH                        = (8,17 + 8,07)/ 2        = 8,12
DHL                      = (4,1 + 1,7)/ 2            = 2,90
Bahan Terlarut      = 32,9058 – 32,89       = 0,0158

IV.             PEMBAHASAN
Sungai Code merupakan sungai yang membelah Yogyakarta menjadi dua bagian. Sungai ini bermata di kaki Gunung Merapi, tepatnya di sekitar Hargobinangun, dan berakhir saat bertemu dengan Sungai Opak.
Daerah Aliran Sungai Gajah Wong yang merupakan sub DAS Opak memiliki luas 46,082 km2. Secara garis besar, hulu sungai Gajah Wong adalah dari Gunung Merapi dan hilirnya adalah pantai selatan. Pemanfaatan lahan pada DAS Gajah Wong mempengaruhi kualitas air sungai dan diidentifikasi sebagai sumber pencemar. Bagian hulu sungai, sumber pencemar utama adalah dari rumah tangga, pertanian, dan jasa. Bagian tengah adalah dari pertanian dan pemukiman, sedangkan bagian hilir adalah pemukiman, jasa, dan industri. Daya tampung sungai ini di bagian hulu dan tengah sangat baik, sedangkan semakin ke hilir, semakin kurang baik.
Berdasarkan hasil pengamatan, sungai yang memiliki tingkat kekeruhan tertinggi sampai yang terendah berdasar warnanya yakni sungai Code, Gajah Wong di Bonbin, Winongo, dan Gajah Wong Affandi. Air yang kerush berasal oleh adanya butiran-butiran koloid tanah. Apabila di dalam media air terjadi kekeruhan maka kandungan oksigen akan menurun. Hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk akan semakin berkurang karena phytoplankton sulit berfotosintesis. Untuk nilai pH, keempat lokasi tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti. Menurut standar baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 untuk parameter pH yaitu 6-9, air di keempat lokasi tersebut masih dalam tahap aman dari sisi tingkat keasaman tentunya. Kemudian, Daya Hantar Listrik (DHL) tertinggi terdapat pada sampel air di Sungai Winongo (2,9 ms/ cm) dan yang terendah pada Sungai Code (0,4 ms/ cm). DHL menunjukkan adanya konsentrasi garam total terlarut (salinitas), banyaknya natrium dan perbandingannya dengan kation-kation lain, dll. Artinya, pada Sungai Winongo, tingkat kejenuhan garam atau pencemaran salinitas terjadi secara signifikan. Dari situ dapat diperkirakan bahwa semakin ke hulu dari titik pengambilan sampel pemukiman akan semakin padat, sedangk di Sungaan pada ketiga lokasi yang lain diperkirakan kualitas airnya masih cukup baik (dari sisi salinitas) dan tidak berbeda secara signifikan. Lalu dari bahan terlarut didapatkan bahan terlarut tertinggi pada Sungai Winongo (0,0158 gr) dan terendah pada Sungai Code (0,0077 gr). Bahan terlarut menunjukkan adanya penambahan materi ke dalam sungai, kemungkinan berupa limbah rumah tangga. Bahan terlarut secara signifikan turut menentukan kualitas air sungai pada keempat lokasi tersebut. Sungai Winongo berarti merupakan sungai yang kualitas airnya cukup rendah dibandingkan dengan ketiga lokasi lainnya.
Perbandingan antara/ pada Sungai Gajahwong Affandi dan di Bonbin menunjukkan bahwa kualitas air di hulu (Affandi) lebih baik daripada kualitas air di Bonbin. Hal itu terlihat dari adanya perbedaan besarnya/ tingkat kekeruhan Affandi yang lebih rendah, pH yang lebih rendah, dan DHL yang lebih rendah, walaupun bahan larut yang lebih tinggi namun tidak ada perbedaan signifikan pada nilai tersebut (selisih hanya 0,0004 gram).
Ditinjau lebih jauh, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air. Faktor-faktor tersebut dibagi menurut 3 persyaratan yaitu fisika, kimia, dan mikrobiologis.
1.      Dari segi fisika
a.       Kekeruhan; tingkat kekeruhan harus rendah.
b.      Warna; warnanya mendekati bening.
c.       Rasa tawar; air yang baik tidak berasa (tawar).
d.      Bau; air yang berkualitas tidak berbau.
e.       Temperatur normal; jika normal, fitoplankton dapat hidup.
f.       Tidak mengandung zat padatan, misalnya sampah plastik.
2.      Dari segi kimia
a.       Derajat keasaman  harus 6-9 (menurut PP No. 82 tahun 2001)
b.      Kesadahan (kandungan/ tingkat pengapuran).
c.       Kandungan besi (Fe) dengan batas maksimal 1,0 mg/liter.
d.      Alumunium (Al) menurut Menkes No. 82 tahun 2001 yaitu 0,2 mg/liter (maksimal). Al menyebabkan air semakin berasa.
e.       Zat organik, mempengaruhi flora dan fauna mikro dalam air.
f.       Sulfat, mempengaruhi korositas pada besi.
g.      Nitrat dan nitrit, mempengaruhi toksisitas darah manusia.
h.      Klorida, juga mempengaruhi korositas.
i.        Zink, batas maksimal 15 mg/liter. Lebih dari itu, air akan berasa pahit.
3.      Dari segi mikrobologi
a.       Tidak mengandung patogen seperti pada golongan coli, Salmonella tyhi, Vibrio cholera, dll.
b.      Tidak mengandung bakteri non patogen seperti Actinomycetes, Cledocera, Phytoplankton coli, dll.
Manfaat mengetahui kualitas air bagi bidang pertanian adalah sebagai patokan atau informasi primer dalam menentukan berbagai hal yang berkaitan dengan tingkat produksi pertanian seperti menentukan tanaman yang cocok baik spesies maupun kultivar/ varietasnya. Contohnya, pH yang ditolerir oleh cabe tidaklah sama dengan padi dan bahkan dalam 1 spesies (cabe keriting dan rawit) pun akan berbeda. Selain itu, kualitas air juga menentukan tahan atau tidaknya tanaman untuk bertahan dalam cekaman toksin (racun) pada air. Lalu, air yang berkualitas bagi bidang pertanian juga diharapkan merupakan air yang “subur” yakni air yang mengandung zat organik dan anorganik atau mikroorganisme baik (positif) sehingga secara tidak langsung dapat menentukan banyaknya biaya untuk membeli pupuk tambahan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Irigasi Menuju Pertanian Sehat. <http://www.ptpn-11.com/irigasi-menuju  pertanian-sehat.html>. Diakses pada tanggal 30 Mei 2013.
Anonim. 2011. Kualitas Air. <http://www.tkcmindonesia.com/bahasa/waterquality.html>. Diakses pada tanggal 30 Mei 2013.
Ayers, R.S. dan D.W. Westcot. 1989. Water Quality for Agriculture. FAO Irrigation and  Drainage Department. Rome.
Harmayani, K.D. dan I.G.M. Konsuhartha. 2007. Pencemaran air tanah akibat pembuangan          limbah domestik di lingkungan kumuh. Jurnal Pemukiman Notah 5 : 62 – 75.
Haslam, S.M. 1995. River Pollution and Ecological Perpective. John Wiley and Sons.        Chichester.
Isidoro, D. dan Ramon A. 2007. River water quality and irrigated agriculture in the Ebrobasin:     an interview. International Journal of Water Resources Development 23: 91 – 106.
Mulyadi, R. Artanti dan T. Dewi. 2008. Kualitas Air Sungai pada Daerah Aliran Sungai (DAS)    Solo Hulu Tengah di Kabupaten Karanganyar. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.            Jakarta.
Nawawi. 2011. Kualitas Air dan Kegunaannya di Bidang Pertanian. Departemen Pendidikan.      Jakarta.
Siradz, S.A., E.S. Harsono, dan I. Purba. 2008. Kualitas air sungai Code, Winongo, dan Gajah     Wong, D.I. Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 8 : 121 – 125.

LAMPIRAN
(Perhitungan)
1.      Nilai pH
-          Winongo                     = (8,17 + 8,07)/ 2 = 8,12
-          Code                           = (8,17 + 8,15)/ 2 = 8,16
-          Gajahwong Bonbin     = (7,80 + 8,37)/ 2 = 8,08
-          Gajahwong Affandi    = (7,60 + 7,20)/ 2 = 7,40

2.      Nilai DHL (Daya Hantar Listrik)
-          Winongo                     = (4,10 + 1,70)/ 2 = 2,90
-          Code                           = (0,40 + 0,40)/ 2 = 0,40
-          Gajahwong Bonbin     = (0,80 + 0,80)/ 2 = 0,80
-          Gajahwong Affandi    = (0,60 + 0,50)/ 2 = 0,55

3.      Bahan Terlarut
-          Winongo                     = 32,9058 – 32,89 = 0,0158
-          Code                           = 32,2977 – 32,29 = 0,0770
-          Gajahwong Bonbin     = 37,7049 – 37,69 = 0,0149
-          Gajahwong Affandi    = 37,6153 – 37,60 = 0,0153

Tidak ada komentar: