Minggu, 30 Juni 2013
Kamis, 20 Juni 2013
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Lampung Tengah, Indonesia
TUGAS MATAKULIAH PERENCANAAN DAN
PENGEMBANGAN WILAYAH KELAS B (PNU3205B)
PENGEMBANGAN WILAYAH LAMPUNG TENGAH,
INDONESIA
Disusun
oleh:
Nama :
Rivandi Pranandita Putra
NIM :
10/ 304773/ PN/ 12175
Program
Studi : Agronomi
Dosen : Dr. Ir. Sri Nuryani HU, M.P.,
M.Sc.
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
BAB I.
KONDISI FISIK KABUPATEN LAMPUNG
TENGAH
A. Keadaan Umum Wilayah Lampung Tengah
Kabupaten Lampung Tengah merupakan
salah satu kabupaten di Provinsi Lampung, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Gunung Sugih. Kabupaten ini memiliki luas wilayah
9.189,50 km² dan berpenduduk sebanyak 1.109.884 jiwa (tahun 2004). Merupakan
salah satu kabupaten yang terkurung daratan/land lock di provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah telah
mengalami 2 kali pemekaran, sehingga wilayah yang semula memiliki luas
16.233,21 km² dan sekarang luasnya sekitar 9.189,50 km². Pemekaran wilayah yang
pertama adalah Kabupaten
Lampung Timur
berdasarkan UU RI Nomor 12 Tahun 1999, sehingga Kabupaten ini berkurang 10
kecamatan yakni, Sukadana, Metro Kibang, Pekalongan, Way Jepara, Labuhan
Meringgai, Batanghari, Sekampung, Jabung, Purbolinggo, dan Raman Utara.
Pemekaran kedua dengan terbentuknya Kota Madya Metro dengan disetujuinya UU RI Nomor 12
Tahun 1999, yang dulunya dikenal sebaga ibukota Kabupaten Lampung Tengah yang
memiliki status sebagai Kota Administratif dan pada tahun 1999 statusnya
ditingkatkan sebagai Kota Madya. Wilayah Lampung Tengah mengalami
pengurangan 5 Kecamatan yaitu, Metro Barat, Metro Utara, Metro Pusat, Metro
Selatan, dan Metro Timur. Saat itu Lampung Tengah hanya memiliki 13 Kecamatan
yaitu, Gunung Sugih, Terbanggi Besar, Anak Tuha, Bumi Ratu Nuban, Kota Gajah,
Way Seputih, Bekri, Bandar Mataram, Anak Ratu Aji, Way Pengubuan, Kalirejo,
Trimurjo, dan Pubian (Anonim, 2013).
Letak
Kabupaten Lampung Tengah cukup strategis dalam konteks pengembangan wilayah.
Sebab selain dilintasi jalur lintas regional, baik yang menghubungkan antar
provinsi maupun antar kabupaten/kota di Provinsi Lampung, juga persimpangan
antara jalur Sumatera Selatan via Menggala dan jalur Sumatera Selatan serta
Bengkulu via Kotabumi. Bagian selatan jalur menuju ke Kota Bandar Lampung,
bagian timur menuju jalan ASEAN, Kabupaten Lampung Timur dan Kotamadya Metro.
Sementara bagian barat jalur menuju Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten
Tanggamus serta jalur lintas kereta api jurusan Bandar Lampung-Kertapati,
Palembang (Anonim, 2013).
B.
Keadaan
Umum Perekonomian Yang Sudah Ada
Daerah yang merupakan penghasil utama dari
pertanian bahan pangan adalah daerah
yang subur, mudah dibuka, mudah diairi
sebagai tanah sawah, yaitu di Lampung Selatan dan Lampung Tengah, mulai dari Tanjong
Karang — Gedong Tataan ¾ Metro — Sukadana terus ke utara, daerah ini dikenal sebagai daerah
transmigrasi utama.
Sungai Tulang Bawang, Way Seputih, Way
Sekampung, yang mengalir ke laut Jawa dari Bukit Barisan adalah potensi yang
besar bagi pengembangan pertanian di Lampung, terutama pertanian bahan pangan.
Daerah yang akan dapat memanfaatkan potensi ini dengan baik adalah Lampung
sebelah timur. Pemanfaatan potensi persawahan ini baru meliputi ± 30% saja.
Dari jumlah itu sendiri baru beberapa bagian saja yang secara baik dapat
di-BIMAS-kan.
Lahan yang tersedia
untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah seluas 134.758
ha. Sebagian besar lahan yang tersedia ini termasuk dalam kategori sesuai (S)
untuk komoditas padi, ubi kayu dan jagung, hanya sebagian kecil saja yang
termasuk dalam ketegori tidak sesuai (N). Untuk komoditas padi, 298 ha termasuk
kelas S1 (sangat sesuai), 17.377 ha kelas S2 (cukup sesuai), 116.426 ha kelas
S3 (sesuai marjinal), dan 658 ha termasuk kelas N (tidak sesuai). Untuk
komoditas jagung, 298 ha termasuk kelas S1, 31.928 ha kelas S2, 101.875 ha
kelas S3, dan 658 ha tidak sesuai. Untuk komoditas ubi kayu, 418 ha termasuk
kelas S1, 80.922 ha kelas S2, 50.171 ha kelas S3, dan 3.248 ha tidak sesuai.
Dari AHP diperoleh bahwa masyarakat Kabupaten Lampung Tengah memilih komoditas
padi sebagai komoditas unggulan prioritas pertama, sedangkan prioritas yang
kedua adalah jagung dan yang ketiga adalah ubi kayu. Hasil analisis kelayakan
usahatani memberikan gambaran bahwa komoditas padi, jagung, dan ubi kayu secara
ekonomi layak untuk diusahakan dengan nilai R/C ratio untuk komoditas padi sebesar
3,38; untuk komoditas jagung sebesar 2,86; dan untuk komoditas ubi kayu sebesar
2,27. Berdasarkan beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan,
pengembangan komoditas padi dialokasikan seluas 54.218 ha dengan sentra
pengembangan di Kecamatan Trimurjo, Punggur, Kota Gajah, Padang Ratu,Seputih
Agung, Terbanggi Besar, Seputih Mataram, dan Way Seputih, sedangkan untuk
jagung seluas 41.271 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Gunungsugih,
Seputih Raman, dan Seputih Banyak, dan untuk ubi kayu seluas 38.852 ha dengan
sentra pengembangan di Kecamatan Anak Tuha, Way Pengubuan, dan Rumbia (Baehaqi,
2010).
BAB II.
RENCANA PENGEMBANGAN WILAYAH YANG
INGIN DILAKUKAN
Di wilayah asal
saya di Lampung Tengah, saya memiliki keinginan untuk mengembangkan wilayah
saya ini terutama dalam hal pembangunan pertanian. Pemanfaatan aliran sungai,
areal alang-alang, serta areal lebak
(pasang surut) akan membuat daerah Lampung Tengah merupakan daerah produksi
bahan pangan yang penting. Potensi pengembangan untuk areal perkebunan di
lereng gunung sebelah barat dapat dikatakan masih cukup besar sehingga
produksinya masih bisa dikembangkan terus; dan kemungkinan peningkatan mutu
dari produksi yang ada (kopi, lada, tembakau, cengkeh) masih akan dapat ditingkatkan. Dalam hubungan itu maka industri kecil berupa
sortasi kopi, lada, cengkeh dan pengolahan gaplek dari bentuk yang sederhana (chips) menjadi butiran gaplek
(pellets) dapat dikembangkan. Tersedianya tanah, serta arus transmigrasi
spontan merupakan potensi untuk pengembangan wilayah. Secara garis besar, saya
ingin mengembangkan Lampung Tengah melalui 2 hal, yaitu:
1. Pengembangan
Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan, yaitu dengan
cara meningkatkan pengelolaan SDA dan pelestarian lingkungan secara berkelanjutan
yang akan diwujudkan melalui strategi pokok sebagai berikut:
a. Peningkatan
produksi tanaman pangan.
b. Pemanfaatan
lahan dengan gulma dominan alang-alang.
c. Pengembangan
sistem agroforestry (wanatani).
d. Peningkatan
pelestarian dan pengendalian lingkungan hidup.
e. Peningkatan
kualitas sistem pengelolaan sumber daya alam.
2. Pengembangan
Industri Agribisnis, yaitu meningkatkan aktivitas
perekonomian berbasis agribisnis yang berorientasi ekonomi kerakyatan yang
didukung oleh dunia usaha yang akan diwujudkan melalui strategi pokok sebagai
berikut:
a. Meningkatkan
dan mengembangkan agribisnis yang berdaya saing, terutama pada komoditas
unggulan di wilayah Lampung Tengah.
b. Meningkatkan
aktivitas usaha ekonomi produktif yang dilakukan masyarakat maupun dunia usaha.
c. Meningkatkan
penataan struktur industri, sistem perdagangan, kepariwisataan, dan jasa.
1. Pengembangan
Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan
Supaya pengembangan daerah dapat dilakukan secara
optimum, maka penentuan tata guna tanah (land
use) adalah usaha yang perlu mendapat perhatian. Dalam pada itu sekalipun
jaringan jalan hubungan utara-selatan dapat dikatakan cukup baik (Tanjung
Karang-Blambangan Umpu), akan tetapi jaringan timur-barat, dimana pada wilayah-wilayah tersebut terdapat pusat
produksi yang kuat, belum memadai. Demikian pula jalan yang menghubungkan
pusat dengan permukiman penduduk di pedesaan masih perlu diperbaiki. Sebagai
akibat dekatnya jarak Lampung dengan Jawa, maka Lampung akan mengalami
perkembangan yang khusus, oleh karena itu memerlukan perencanaan yang tepat dan
kebijaksanaan yang jelas, dan hal tersebut mengakibatkan pula cepatnya
urbanisasi, sehingga perkembangan kota terutama Teluk Betung/Tanjung Karang
perlu ditangani secara sungguhsungguh. Dilihat dari potensi pengembangan
Lampung untuk pertanian bahan pangan yang sangat besar, maka pemanfaatan aliran
sungai, pemanfaatan areal alang-alang, lebak akan memerlukan koordinasi
perencanaan dengan penyediaan tenaga kerja, pembebasan tanah, modal kerja untuk
pembukaan sawah. Dari sifat para transmigran yang berorientasi kepada pertanian
padi, maka pengumpulan para transmigran pada daerah padi yang subur akan segera
menyebabkan ketidak seimbangan antara tanah dan penduduk yang terutama terjadi
di daerah Lampung Selatan dan Tengah. Masalah lain yang perlu mendapat
perhatian ialah masalah penyelamatan tanah dan air, sebagai akibat penggundulan
hutan, dan penyelesaian masalah agraria, antara lain hak tanah di daerah
transmigrasi.
Akibat
mundurnya mutu tanah, atau kurang tersedianya air
bagi areal padi, maka penduduk melakukan penanaman tanaman pangan
lainnya, yaitu ketela pohon dan jagung. Karena dirasakan kegiatan ini
memberikan keuntungan yang cukup baik, lambat laun penduduk mengkhususkan pada
tanaman bahan pangan tersebut. Keadaan ini menyebabkan makin tidak seimbangnya
kebutuhan akan padi karena pertambahan penduduk yang cepat dengan peningkatan
hasil padi sendiri, yang berarti Lampung yang digambarkan sebagai lumbung beras
bahkan mengalami kekurangan beras.
Menurut
saya, pengembangan produksi tanaman pangan perlu dilakukan tidak cukup hanya di
wilayah Jawa saja, tetapi perlu dicarikan alternatif pengembangan di luar Jawa
terutama di wilayah Sumatera. Kabupaten Lampung Tengah memiliki potensi dan
peluang untuk tujuan ini. Pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan harus
didasarkan pada pertimbangan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial untuk menjamin
keberlanjutan dari sistem produksi komoditas ini. Secara ekologi, pemilihan
komoditas disesuaikan dengan daya dukung lahan yang dapat dilihat dari
kesesuaian lahan untuk komoditas tersebut. Aspek ekonomi mempertimbangkan
keuntungan atau nilai tambah komoditas ini bagi petani. Sedangkan aspek sosial
mempertimbangkan aspirasi dan penguasaan teknologi oleh petani. Diperlukan penentuan
ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan.
Ketersediaan lahan didasarkan pada rencana tata ruang wilayah, status
penguasaan lahan, dan jenis penggunaan lahan saat ini. Kesesuaian lahan
merupakan pembandingan antara karakteristik lahan dengan kriteria kesesuaian
lahan untuk komoditas tanaman pangan.
Dalam
rangka pengembangan kesejahteraan wilayah di Lampung Tengah, saya juga ingin merehabilitasi
dan memanfaatkan memanfaatkan lahan alang-alang (Imperata cylindrica) yang banyak dijumpai di wilayah Lampung Tengah.
Sebelumnya, lahan alang-alang berupa lahan hutan hujan tropik dengan kesuburan
rendah, kecuali di bagian alluvial. Lahan alang-alang ini biasanya tidak
produktif sehingga lahan menjadi tidak termanfaatkan secara optimal. Padahal,
lahan alang-alang ini bisa ditanami tanaman perkebunan seperti tanaman karet,
kelapa sawit, tebu, kakao, dan kopi dengan investasi yang cukup tinggi. Salah
satu lahan kering potensial yang selama ini ditelantarkan adalah lahan kering
yang ditumbuhi oleh alang-alang, disingkat lahan alang-alang. Lahan alang-alang
sendiri merupakan lahan hutan yang setelah kayunya ditebang dan seresahnya
dibakar, tumbuhan pionir yang didominasi alang-alang mengambil alih peran
pepohonan. Lahan alang-alang merupakan lahan pinggiran hutan yang dari tahun ke
tahun semakin luas. Dengan semakin luasnya hutan yang dibakar, lalu lahan yang
ditlantarkan semakin banyak. Prinsip dasar mengelola lahan alang-alang adalah
dengan memulihkan ekosistem yang telah rusak akibat eksploitasi SDA secara
berlebihan tanpa perhatian terhadap kelestariannya, serta dengan menyusun
strategi pemanfaatan SDA yang berlandaskan kepada optimalisasi manfaat dengan
memperhatikan potensi dan kontribusinya kepada kepentingan masyarakat, daerah,
dan nasional. Contoh lahan
alang-alang yang berhasil dikonversi menjadi perkebunan nanas seluas 30.000
hektar dapat ditemui di Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Perkebunan nanas ini
dikelola oleh perusahaan swasta Great Giant Pineapple dengan produk olahan berupa
nanas kalengan dan kulit nanas yang diolah menjadi pakan ternak diekspor ke
luar negeri.
Prospek ke dapan yang
bisa dilakukan, antara lain:
a. Inventarisasi
Potensi
a.1.
Mengoptimalkan pemanfaatan SDA yang diawali dengan identifikasi dan
inventarisasi potensinya bagi pembangunan nasional.
a.2.
Memperhatikan karakteristik berbagai jenis SDA dan mengupayakan peningkatan
nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Adapun karakterisasi teknik dan
kelembagaan yang dilakukan dengan pemanfaatan lahan alang-alang, yaitu:
-
Pengumpulan data dan informasi, meteorologi/ klimatologi, hidrologi,
pengelolaan lahan, akses ke pasar dan permodalan.
-
Survei potensi SDA, sumber daya air (neraca air), sumber daya lahan (tingkat
kesesuaian lahan), kemampuan masyarakat (tingkat pendidika, teknologi, kearifan
lokal).
-
Verifikasi teknologi, teknik reklamasi lahan, konservasi tanah dan air,
perbaikan kesuburan tanah (pemupukan organic dan anorganik), teknik budidaya,
penanaman tanaman pakan ternak, penggembalaan, penggunaan air (irigasi atau
konservasi air).
-
Model farm, optimalisasi SDA dicapai dengan pendekatan diversifiakasi usahtani,
berupa wanatani atau sistem integrasi tanaman ternak; faktor yang menentukan
model adalah kesesuaian lahan dan pasar.
b. Inventarisasi
Teknologi
Pemanfaatan lahan
alang-alang pada tanah podzolik merah-kuning di daerah transmigrasi di Lampung
Tengah telah diteliti oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, sekarang menjadi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, dan terbukti sangan prospektif
sehingga cocok dikembangkan di wilayah Lampung Tengah. Dengan demikian, sistem
usahatani yang menjanjikan itu perlu diversifikasi di lahan alang-alang yang
akan direhabilitasi. Sebagai tumbuhan pionir, alang-alang memiliki kelebihan
dan kelemahan. Kelemahan itu harus diketahui dan digunakan untuk mengendalikan
atau memberantasnya. Misalnya, alang-alang memiliki kelemahan tidak tahan
naungan. Dengan demikian, petani bisa diarahkan untuk menanam pepohonan yang
dapat mengendalikan alang-alang dan memiliki nilai ekonomis tinggi, seperti
kayu untuk mebel, kayu untuk bahan bakar, daun untuk pakan ternak atau pakan
hijau, bahkan untuk biopestisida.
Dalam rangka
pengembangan SDA di wilayah Lampung Tengah, saya juga akan melakukan sistem agroforestry. Agroforestry disini lebih ditujukan untuk mendapatkan keuntungan
dari interaksi pohon dan tanaman pertanian dalam usaha memperbaiki
produktivitas lahan dan atau untuk mengendalikan isu lingkungan (pertanian
berkelanjutan) atau isu sosial untuk mengoptimalkan keuntungan produk dan
lingkungan. Ke depannya, dalam mengembangkan sistem agroforestry diharapkan
memperhatikan prospek pasar, karena saya rasa hal ini akan memberikan pengaruh
yang besar sekali terhadap respon petani di Lampung Tengah dalam menerapkan
atau mengadopsi agroforestry.
Teknologi agroforestry pada dasarnya merupakan
sebagian solusi masalah lahan kering.
Agroforestry di Lampung Tengah dapat menerapkan:
-
Teknologi setempat atau existing yang sudah dikenal
oleh petani.
-
Praktek dengan memodifikasi atau memperbaiki teknologi
setempat oleh petani atau dari luar.
-
Menerapkan hasil penelitian dari pihak luar.
Secara
lebih rinci, untuk mendukung pengembangan agroforestry
di Lampung Tengah dapat dilakukan usaha seperti penyusunan program kehutanan
dan peningkatan SDM. Teknologi agroforestry
ini dapat diperkenalkan ke masyarakat Lampung Tengah melalui penelitian dan
plot demonstrasi.
Selain pengembangan kawasan
pertanian secara luas (SDA), saya juga akan tetap mengembangkan pengelolaan
lingkungan hidup di wilayah Lampung Tengah. Usaha-usaha yang bisa dilakukan menjaga pelestarian kekayaan
alam dari kerusakan lingkungan antara lain sebagai berikut.
a.
Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan Kritis
Misalnya
lahan alang-alang seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Usaha pengendalian
lahan kritis dilaksanakan melalui beberapa usaha sebagai berikut.
1)
Penghijauan dan Reboisasi
Untuk
lebih mempercepat usaha mengurangi lahan kritis, lahan tersebut justru
dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan perkebunan, transmigrasi, peternakan,
dan bentuk pembangun an lainnya sekaligus untuk rehabilitasi.
2)
Resettlement dan Pengendalian Peladang Berpindah
Untuk
mengendalikan peladang berpindah diperlukan pendekatan yang lebih menyeluruh.
Dalam hubungan ini perlu dikembangkan pendekatan dengan cara pendekatan fisik
dan alam, pendekatan sosioantropologi, dan pendekatan pengembangan institusi.
Setelah pendekatan-pendekatan tersebut berhasil, baru dilakukan penataan
pemukiman (resettlement).
b.
Program Kali Bersih
Untuk
meningkatkan daya dukung lingkungan demi menunjang keberhasilan kegiatan
pembangunan di semua sektor maka ditempuh usaha program kali bersih. Program
kali bersih ini mempunyai beberapa tujuan antara lain sebagai berikut.
1)
Mencegah penurunan kualitas dan daya guna air sekaligus menaikkan kualitas dan
daya guna air. Program kali bersih ditujukan khususnya pada sumber-sumber air
yang kualitasnya sangat buruk.
2)
Persiapan bagi pelaksanaan peraturan pemerintah tentang pengendalian pencemaran
air.
3)
Pengembangan kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup
c.
Usaha Menjaga Kelestarian dan Meningkatkan Sumber Daya
Dalam
rangka menjaga kelestarian dan mening katkan sumber daya alam untuk memenuhi
kebutuhan pokok manusia maka kebijaksanaan pembangunan harus mencakup hal-hal
berikut.
1)
Penciptaan dan perluasan mata pencaharian khususnya di daerah yang mengalami
tekanan ekonomi yang berat.
2)
Perlindungan terhadap pendapatan petani, nelayan, dan pengumpul hasil hutan.
3)
Pengkajian ilmiah terhadap pengikisan lapisan atas tanah dan pengambilan sumber
daya hutan agar tidak melebihi laju perbaikan produktivitasnya.
4)
Peningkatan produktivitas lahan dengan cara memperhatikan pengendalian
penggunaan pupuk organik, pestisida, dan tata air.
5)
Penelitian terhadap kebutuhan kayu bakar dan hasil hutan dengan memperhatikan
aspek lingkungan.
6)
Pelestarian dan penggunaan energi secara efisien.
7)
Pencegahan dan pengurangan pencemaran udara, tanah, dan air sedini mungkin.
8)
Pengembangan teknologi dengan memperhatikan kelestarian lingkungan
2.
Pengembangan
Industri Agribisnis
Lampung Tengah sebenarnya kaya akan berbagai
komoditas pertaniannya, seperti pisang dan durian. Namun selama ini masyarakat
belum optimal memasarkannya. Misal pada pisang, untuk meningkatkan posisi tawar
petani pisang dalam memasarkan hasil, maka perlu dikembangkan sistem
kelembagaan di tingkat petani pisang seperti dibentuknya kelompok tani atau
asosiasi petani pisang. Hal ini selain untuk lebih memperkuat petani pisang,
juga dapat mempermudah koordinasi dalam pengadaan sarana produksi seperti
pupuk, pestisida serta akses ke sumber pendanaan. Dalam pengelolaan kebun
pisang baik yang dikelola masyarakat maupun perusahaan harus merujuk pada
prosedur operasional yang standar untuk menghasilkan produk yang bermutu.
Produk pisang yang bermutu apakah pisang segar ataupun yang sudah berbentuk
olahan harus dipromosikan agar dapat diterima oleh konsumen luar negeri dan
juga dapat meningkatkan tingkat konsumsi domestik.
Ada dua strategi utama yang bisa dilakukan untuk
pengembangan pisang yaitu:
1.
Pengembangan usaha agribisnis skala kecil yang berdaya saing; dan
2.
Pengembangan usaha agribisnis skala kebun yang berdaya saing.
Untuk
itu perlu diciptakan iklim yang kondusif untuk pengembangan usaha agribisnis
pisang yang berdaya saing tinggi melalui penerapan inovasi teknologi.
Program yang bisa
dilakukan dalam pengembangan industry agribisnis di Lampung Tengah, antara
lain:
1. 1. Penggunaan
Varietas Unggul
Penggunaan varietas unggul adalah salah
satu kunci keberhasilan usahatani pisang. Varietas unggul
yang dimaksud adalah
varietas yang toleran atau tahan terhadap hama dan penyakit penting pisang,
mampu berproduksi tinggi serta mempunyai kualitas buah yang bagus dan disukai
masyarakat luas.
Varietas yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan.
Misalnya pada komoditas pisang,untuk
keperluan ekspor menggunakan varietas
yang disukai oleh negara pengimpor seperti Cavendish.
Untuk memenuhi
kebutuhan industri pedesaan sebagai bahan baku kripik digunakan pisang Nangka,
Tanduk dan Sepatu Amora (Kepok).
2. Pengembangan
Teknologi Perbanyakan Benih Berkualitas
Benih merupakan faktor
utama yang menentukan keberhasilan suatu usahatani. Benih berkualitas artinya
benih yang true-to-type, bebas hama dan penyakit dan sehat. Teknologi
perbanyakan benih pisang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: secara in
vitro (kultur jaringan) dan secara konvensional. Perbanyakan benih secara in
vitro memerlukan modal awal yang cukup besar serta ketrampilan khusus
sehingga hanya mampu dilakukan oleh perusahaan besar yang pada umumnya juga
berperan sebagai pekebun skala besar. Untuk menghindari terjadinya off-type pada
tanaman hasil perbanyakan in vitro, maka diperlukan Prosedur Operasional
Standar (POS) sistem perbanyakan ini. Perbanyakan benih secara konvensional
adalah dengan cara mengembangkan teknologi perbanyakan yang telah ada untuk
menghasilkan benih sehat dalam waktu yang relatif lebih cepat tetapi mudah
dilakukan oleh petani. Sistem perbanyakan konvensional ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan benih skala pekarangan dan skala kecil (< 5 ha).
3. Pemberdayaan
Pertanian Rakyat
Kebanyakan petani di
Lampung Tengah berusahatani pisang dengan sistem pekarangan dan skala kecil.
Sistem ini terbukti sangat menolong kesejahteraan petani karena tidak
tergantung pada satu komoditas saja, disamping itu ekologi pekarangan dapat
terjaga dengan baik dengan adanya multi-komoditas. Meskipun demikian untuk
menunjang agroindustri pedesaan, perlu diseragamkan penggunaan varietas pisang
yang ditanam, karena pada umumnya sistem pekarangan menggunakan varietas yang
bermacam-macam baik antar petani maupun dalam kebun petani itu sendiri. Agar
hasil produksi pisang sistem pekarangan dapat berproduksi optimal, maka
diperlukan GAP maupun SPO khusus untuk sistem pekarangan ini, karena sampai
sekarang aturan-aturan tersebut belum ada.
4. Pemberdayaan
Pertanian Skala Besar
Produsen komoditas unggulan Lampung
Tengah seperti pisang, ketela pohon, dan durian berskala
komersial tidak berani
mengambil resiko untuk menggunakan varietas yang belum tentu disukai oleh
masyarakat apalagi untuk ekspor. Pada pisang,
untuk keperluan ekspor varietas yang diterima pasar
adalah Cavendish,
sedangkan untuk keperluan industri tepung digunakan Sepatu Amora. Untuk
industri obat tradisional dengan memanfaatkan -karotine digunakan varietas Tongkat
Langit.
5. 5. Reklamasi
Lahan Kritis
Lahan kritis di
Indonesia, termasuk di wilayah Lampung Tengah cukup luas. Luasan lahan kritis
akan semakin bertambah apabila tidak dilakukan usaha konservasi, beberapa
tanaman perkebunan seperti pisang mempunyai potensi untuk reklamasi, terutama
karena perakaran yang rapat, batangnya sukulen dan menahan air. Meskipun lahan
kritis pada awalnya mempunyai daya dukung terhadap pertumbuhan yang berada di
bawah rata-rata, dengan program pemupukan yang baik produktivitas buah masih
menguntungkan bagi masyarakat sekitarnya apabila dimanfaatkan secara optimal.
Untuk komoditi pisang, varietas yang dipilih adalah yang daya adaptasinya cukup
bagus dan mampu menunjang industri pedesaan, yaitu Kepok atau Sepatu Amora yang
sesuai untuk pisang olah, yaitu kripik pisang. Untuk memperbaiki agroekosistem
diperlukan tanaman pioneer yang mampu bertahan pada kondisi yang kurang
menguntungkan tersebut. Tanaman pisang adalah salah satu tanaman yang mempunyai
daya adaptasi yang cukup bagus untuk tujuan tersebut, disamping merupakan
komoditi yang mampu mendatangkan hasil buahnya. Varietas yang dipakai adalah
yang mempunyai daya adaptasi yang cukup luas yaitu Kepok atau Sepatu Amora.
6. 6. Pengembangan
Sentra Produksi dan Perwilayahan Komoditas Unggulan
Perbaikan-perbaikan
lebih dititik-beratkan pada peningkatan produktivitas, mutu dan kontinyuitas
pasokan serta pemasaran melaui upaya penerapan teknologi inovatif, penerapan
kaidah budidaya yang baik dan benar (berdasarkan POS yang ada), penguatan
kelembagaan di tingkat petani, penyediaan sarana dan prasarana kebun dan
penyaluran hasil, dukungan pemerintah dalam penyaluran kredit usaha dan
perbaikan sarana penyaluran hasil ke pasar. Penentuan dan penetapan wilayah
komoditi unggulan bertujuan untuk mengembangkan secara komersial daerah sentra
baru komoditi unggulan yang mempunyai potensi yang tinggi tetapi belum
sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal.
7. Diseminasi
Inovasi Teknologi
Diseminasi
hasil pengkajian dan penerapan teknologi pengelolaan kebun komoditi unggulan
sehat berupa review hasil, temu lapang, lokakarya dan seminar. Kegiatan ini
didukung oleh instansi dan lembaga yang ada di daerah setempat. Pelaksanaan
temu lapang merupakan wahana komunikasi langsung antara pelaku/pengguna
teknologi dalam hal ini petani dengan penghasil teknologi atau petugas lapang
yang dilakukan secara periodik sesuai dengan tingkat perkembangan pertanaman
yang ada, karena dari sinilah proses komunikasi yang terjadi bukan hanya antar
penyampai dan pengguna teknologi, tetapi juga dengan obyek teknologi, yaitu
tanaman itu sendiri. Selain temu lapang juga dilaksanakan lokakarya yang
diikuti oleh para pelaku agribisnis, penghasil teknologi dan pengambil
kebijakan, yang bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan dan hambatan proses
alih teknologi sehingga akan bermanfaat bagi pengguna. Dalam proses diseminasi
dikemukakan teknologi-teknologi inovatif baik berupa forum diskusi atau
training tentang agribisnis komoditi unggulan local di Lampung Tengah.
8. Penerapan
Sistem Kendali Mutu
Dengan
memperhatikan syarat-syarat produk hortikultura yang akan diterima pasar
global, maka sistem kendali mutu lebih ditekankan pada norma-norma budidaya
yang baik dan benar (Good Agriculture Practises – GAP), penerapan
pengelolaan hama terpadu (Integrated Pest Management – IPM) yang ramah
lingkungan serta jaminan mutu (quality assurance system) yang mengacu
pada prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Penerapan
sistem tersebut tentunya berdasarkan pada sistem pengusahaan apakah sistem
pekarangan atau sistem skala luas (monokultur) yang memang berbeda.
9. Penetapan
Kelembagaan Petani
Kelembagaan
petani merupakan titik strategis dalam usaha pengembangan kawasan yang perlu
mendapat prioritas untuk meningkatkan profesionalisme dan posisi tawar petani.
Fokus dari kelembagaan petani adalah pada manajemen produksi, kebutuhan sarana
produksi, permodalan dan industri pengolahan. Bentuk kelembagaan kelompok tani,
paguyuban, asosiasi atau koperasi, dan lain-lain. Dalam aspek pemasaran
kelembagaan petani dapat melaksanakan secara mandiri atau melalui kerjasama
dengan pihak swasta/pengusaha kebun.
10. Pengembangan
Sistem Distribusi Benih
Misalnya,
dengan mewabahnya penyakit utama pada komoditas pisang yaitu layu Fusarium dan
bakteri, maka perlu adanya dukungan pemerintah mengenai peraturan distribusi
benih pisang untuk mencegah meluasnya penyakit tersebut. Hal ini juga dituntut
adanya kerjasama antara pemerintah dan partisipasi pelaku agribisnis dalam
penerapannya di lapang. Tanpa adanya kerjasama dari pihak-pihak terkait,
penyebaran penyakit tersebut tidak akan terbendung lagi.
11. Promosi
Untuk lebih memasyarakatkan dan
meningkatkan konsumsi komoditi unggulan Lampung Tengah,
misal pisang, perlu
dilakukan promosi berupa kampanye makan buah pisang dengan menonjolkan
keunggulan-keunggulan
pisang berupa kandungan karbohidrat, tinggi kalori tetapi rendah lemak
sehingga
baik untuk makanan diet, kandungan vitamin dan mineralnya yang baik untuk
kesehatan,
kebugaran, kecantikan dan menghambat penuaan jaringan tubuh. Promosi
diselenggarakan baik di
dalam maupun di luar negeri.
BAB
III.
PENUTUP
Letak
Kabupaten Lampung Tengah cukup strategis dalam konteks pengembangan wilayah.
Sebab selain dilintasi jalur lintas regional, baik yang menghubungkan antar
provinsi maupun antar kabupaten/kota di Provinsi Lampung, juga persimpangan
antara jalur Sumatera Selatan via Menggala dan jalur Sumatera Selatan serta
Bengkulu via Kotabumi. Bagian selatan jalur menuju ke Kota Bandar Lampung,
bagian timur menuju jalan ASEAN. Keadaan pertanian disana sudah cukup baik,
sehingga pengembangan wilayah yang masih perlu dilakukan ditekankan kepada 2
hal, yaitu pengembangan Sumber Daya Alam dan Lingkungan dan pengembangan
industri agribisnis. Pengembangan SDA dan lingkungan yaitu meningkatkan pengelolaan
SDA secara berkelanjutan yang akan
diwujudkan melalui strategi pokok: a) peningkatan pelestarian dan pengendalian
lingkungan hidup; b) peningkatan kualitas sistem pengelolaan sumber daya alam;
c) peningkatan produksi tanaman pangan; d) pemanfaatan lahan dengan gulma
dominan alang-alang; serta e) pengembangan sistem agroforestry (wanatani). Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan
melalui rehabilitasi dan reklamasi lahan kritis, program kali bersih, dan upaya
meningkatkan kelestarian dan sumber daya. Sementara itu, pengembangan industri agribisnis,
yaitu meningkatkan aktivitas perekonomian berbasis agribisnis yang berorientasi
ekonomi kerakyatan yang didukung oleh dunia usaha yang akan diwujudkan melalui
strategi pokok: a) meningkatkan dan mengembangkan agribisnis yang berdaya
saing, terutama pada komoditas unggulan di wilayah Lampung Tengah; b) meningkatkan
aktivitas usaha ekonomi produktif yang dilakukan masyarakat maupun dunia usaha;
serta c) meningkatkan penataan struktur industri, sistem perdagangan,
kepariwisataan, dan jasa.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2013. Kabupaten Lampung Tengah. <http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lampung_Tengah>.
Diakses pada tanggal 1 Juni 2013.
Baehaqi,
A. 2010. Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Kabupaten Lampung Tengah. Jurnal
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pemerintah
Kabupaten Lampung Tengah. 2012.
Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan.
<http://www.lampungtengahkab.go.id/pemerintahan/arahke bijakan-pembangunan.html>.
Diakses pada tanggal 1 Juni 2013.
Sabtu, 01 Juni 2013
Laporan PA Acara VII ; Kualitas Air Untuk Pertanian
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN
ACARA VII
KUALITAS AIR
UNTUK PERTANIAN
Disusun oleh:
1. Fahmi
Anugrah Tirta (12130/PN)
2. Novira
Maya Sari (12142/PN)
3. Fahmi
Ekaputra (12147/PN)
4. Amal
Wira Nurhanafi (12164/PN)
5. Zulham
Aaron Mochamad (12172/PN)
6. Rivandi
Pranandita Putra (12175/PN)
Gol./ Kel. :
B5/ 3
Asisten :
Rosyida Ismi Barroroh
LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ACARA VII
KUALITAS AIR UNTUK PERTANIAN
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pertanian
berkelanjutan merupakan suatu upaya memelihara, memperpanjang, meningkatkan dan
meneruskan kemampuan produktif dari sumberdaya pertanian untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi pangan. Guna mewujudkan pertanian berkelanjutan, sumberdaya
pertanian seperti air dan tanah yang tersedia perlu dimanfaatkan secara berdaya
guna dan berhasil guna. Kebutuhan akan sumberdaya air dan tanah cenderung
meningkat dengan adanya pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup,
sehingga kompetisi dalam pemanfaatannya juga semakin meningkat tajam baik
antara sektor pertanian dengan sektor non-pertanian maupun antar pengguna dalam
sektor pertanian itu sendiri.
Pengelolaan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman di lahan dapat
dilakukan melalui irigasi. Namun, saat ini pemeliharaan irigasi dan air irigasi
di Indonesia kurang diperhatikan. Oleh karena itu, kualitas air irigasi menjadi
hal yang harus diperhatikan dengan baik agar produksi pertanian dapat memenuhi
standar kuantitas maupun kualitas. Kualitas air untuk pertanian ini, harus
tetap dijaga baik sebelum maupun sesudah memasuki areal pertanian.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan
untuk mengetahui cara menghitung kualitas air secara kuantitatif.
C. Tinjauan
Pustaka
Air merupakan regulator yang
universal dimana hampir berbagai macam zat terlarut di dalamnya dan
berinteraksi langsung dengan sistem yang terdapat dalam setiap organisme hidup.
Kualitas air merupakan salah satu aspek yang semakin banyak mendapatkan
perhatian dan pengelolaan sumber daya air. Kualitas air
secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu
kegiatan ke kegiatan
lain. Sebagai
contoh: kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk
keperluan air minum. Kualitas air mengacu pada kandungan polutan yang
terkandung dalam air dan kaitannya untuk menunjang kehidupan ekosistem yang ada
di dalamnya. Dalam
memahami kualitas air, kita perlu mengetahui sifat-sifat air terlebih dahulu
(Haslam, 1995).
Air irigasi didistribusikan ke
petak pertanian dengan jumlah dan kualitas air sesuai kebutuhan tanaman yang
diusahakan, serta mengalirkan kelebihan air ke tempat lain hingga tidak merusak
tanaman. Air irigasi yang cukup dengan kualitas air yang sesuai dengan
peruntukan tanaman dapat mendukung pertanian sehat. Salah satu parameter yang
digunakan untuk mengukur kualitas air adalah baku mutu air, yaitu batas kadar
yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar dalam air tetapi masih sesuai
dengan peruntukannya. Sesuai keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan
Hidup Negara tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, air irigasi
termasuk golongan D yang diperuntukkan bagi pertanian dan dapat pula digunakan
untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik tenaga air. Persyaratan kualitas
air golongan D ini lebih rendah disbanding golongan A, B, dan C yang
berturut-turut diperuntukkan bagi air minum, mandi, serta peternakan dan
perikanan. Berbagai persyaratan tersebut meliputi sifat fisik, kimia dan
biologi. Sifat fisik memuat seperti kekeruhan dan warna kekeruhan air terkait
padatan yang tersuspensi, sementara sifat kimia diantaranya adalah derajat
keasaman, kadar O2 terlarut, serta padatan terlarut seperti nitrat fosfat dan
residu pestisida. Untuk sifat biologi, parameter yang digunakan adalah jumlah
mikroorganisme pathogen yang ada di dalam air (Anonim, 2010).
Kualitas air dijabarkan dalam
kekeruhan yang dinyatakan dalam NTU (Nephelometric
Turbidity Units). Semakin banyak padatan tersuspensi dalam air maka air
terlihat semakin kotor dan nilai NTU nya semakin tinggi. Nilai pH air
mengindikasikan apakah air bersifat asam atau basa. Tingkat pH yang baik untuk
air minum adalah antara 6,5 dan 8,5. Nilai pH di bawah 6,5 akan terlalu asam
dan pH di atas 8,5 akan terlalu basa. Secara umum, kualitas air harus memenuhi
syarat kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia dan
radioaktif. Parameter kualitas air tersebut harus dipenuhi sesuai standar yang
telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian sebelum didistribusikan ke tanaman
budidaya (Anonim, 2011).
Pencemaran air dapat dijadikan indikator
penentuan kualitas air. Pencemaran air dikelompokkan menjadi empat, yaitu dari
bahan organik, anorganik, zat kimia, dan limbah. Bahan buangan organik biasanya
berupa limbah yang dapat terdegradasi oleh mikroorganisme sehingga dapat
meningkatkan perkembangan mikroorganisme. Sementara itu, bahan buangan
anorganik berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan mikroorganisme tidak
dapat mendegradasinya. Macam-macam bahan anorganik berasal dari logam-logam
seperti ion kalsium (Ca), ion timbal (Pb), ion magnesium (Mg), ion arsen (As),
dan air raksa (Hg). Bila logam-logam tersebut mencemari air, maka akan
menimbulkan akumulasi yang pada akhirnya menyebabkan air menjadi sadah dan
mengganggu kesehatan manusia. Bahan buangan yang berasal dari zat kimia
dihasilkan oleh sabun, pestisida, zat warna kimia, larutan penyamak kulit, dan
zat radioaktif. Limbah adalah zat, energi atau komponen lain yang dikeluarkan/
dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industry maupun non-industri. Limbah bisa
merusak kualitas air untuk pertanian dan membahayakan kesehatan tanaman
budidaya (Harmayani dan Konsukartha, 2007).
Kondisi DAS dikatakan baik jika memenuhi
beberapa kriteria, antara lain kualitas air baik dari tahun ke tahun, debit
sungai konstan dari tahun ke tahun, ketinggian air muka tanah konstan dari
tahun ke tahun, serta fluktuasi debit antara debit maksimum dan minmum kecil.
Ini digambarkan dengan nisbah debit tersebut. DAS sendiri merupakan suatu
sistem yang mempunyai potensi besar untuk mengalami polusi atau pencemaran.
Komponen utama DAS yang berpotensi untuk tercemar adalah badan air dan tanah,
yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada makhluk hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan)
yang berinteraksi dengan komponen-komponen yang ada dalam sistem DAS atau
daerah yang dipengaruhinya. Penurunan kualitas air di DAS antara lain
disebabkan oleh: (a) meningkatnya kandungan sedimen dalam air sungai, (b)
sistem pembuangan air limbah industry di sepanjang aliran sungai sehingga
terjadi pencemaran, (c) limbah rumah tangga yang ikut mempengaruhi kualitas air
dan (d) akibat negatif intensifikasi pertanian (Mulyadi et al., 2008).
Daerah Aliran Sungai Code,
Winongo, dan Gajah Wong sebagian besar dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan
domestik, industri, dan pertanian. Limbah dari kegiatan tersebut umumnya
langsung dibuang ke dalam sungai dan akan berdampak sangat buruk terhadap
kualitas sungai. Dampak buruk terhadap kualitas air sungai tersebut tentu saja
tergantung dari jenis, jumlah, dan sifat dari limbah yang masuk ke dalam
sungai. Nilai pH air yang normal adalah sekitar 6 – 7,5 (normal). Fluktuasi
nilai pH pada air sungai dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain (i) bahan
organik atau limbah organik, meningkatnya kemasaman dipengaruhi oleh bahan
organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian; (ii) bahan
anorganik atau limbah anorganik, air limbah industri bahan organik umumnya
mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga kemasamannya juga tinggi;
(iii) basa dan garam basa dalam air seperti NaOH2 dan Ca(OH)2 dan sebagainya;
(iv) hujan asam akibat emisi gas (Siradz et
al., 2008).
Masalah yang ditimbulkan oleh air
irigasi terkait kualitasnya dapat berupa salinitas, daya hantar listrik (EC),
kandungan lumpur, pH, akumulasi Na+. Cl-, dan BO3- yang bersifat racun, serta
kandungan N yang tinggi. Kesemuanya itu dapat menurunkan kuantitas maupun
kualitas hasil panen atau bersifat korosif terhadap alat-alat pertanian.
Salinitas terjadi bila garam-garam yang berasal dari air tanah yang dangkal dan
salin atau dari garam-garam yang terlarut dalam air irigasi terakumulasi pada
zona perakaran sehingga tanaman tidak mampu menyerap air dari tanah dalam
jumlah cukup banyak untuk memenuhi kebutuhannya. Apabil penyerapan air sangat
menurun maka tanaman akan memperlihatkan gejala kekeringan dan bila tidak
segera diatasi dapat merugikan atau bahkan kegagalan panen (Ayers dan Westcot,
1989).
Dalam menentukan kualitas air
dikenal tiga parameter utama, yaitu oksigen terlarut, kebutuhan oksigen
biologis, dan kebutuhan oksigen kimia. Oksigen (O2) merupakan parameter penting
dalam air. Sebagian besar makhluk hidup dalam air membutuhkan O2 untuk
mempertahankan hidupnya, baik tanaman air maupun hewan yang hidup di air
bergantung pada oksigen terlarut. Keseimbangan oksigen terlarut dalam air
secara alamiah terjadi secara berkesinambungan (Isidoro dan Ramon, 2007).
Kriteria air yang bagus digunakan
dalam sektor pertanian, antara lain air tersebut tidak memiliki konsentrasi
garam yang tinggi karena dengan tingginya tingkat konsentrasi garam maka akan
meningkatkan tekanan osmotic yang berpengaruh dalam penghambatan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Selain itu, air yang bagus digunakan untuk pertanian
juga harus memiliki kandungan sodium yang rendah karena sodium terdapat di
koloid tanah dan akan berfluktuasi sesuai penambahan air irigasi atau air hujan
dan sistem koloid tanah, sebab air yang baik bagi pertumbuhan tanaman adalah
yang bersodium rendah. Kriteria lain adalah nilai pH berkisar antara 6,5 – 8,4
atau pH netral, karena apabila pH tinggi atau lebih dari 8,5 sering ada HCO3-
dan CO3- dalam konsentrasi tinggi atau disebut alkalinity. Selain itu, air yang
baik untuk pertanian juga harus memilih nutrisi yang tidak berlebih karena
apabila nutrisinya berlebih maka akan mengurangi kualitas hasil pertanian
(Nawawi, 2001).
II. METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air Untuk
Pertanian Acara VII yang berjudul Kualitas Air Untuk Pertanian ini dilaksanakan
pada hari Jumat, tanggal 24 Mei 2013 di Laboratorium Agrohidrologi, Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini yaitu sampel air dari sungai Winongo, Code, Gajah
Wong di dekat Museum Affandi Yogyakarta dan sungai Gajah Wong di sekitar
Gembira Loka. Alat yang digunakan yaitu pH meter, EC meter, botol, beaker glass, cawan dan oven.
Cara kerja pada praktikum ini
yaitu mula-mula dari masing-masing kelompok mengambil sampel air di tempat yang
telah ditentukan. Air diambil dari bagian tepi kiri, kanan dan tengah sungai
sebelum dikompositkan. Air dimasukkan ke dalam botol lalu diambil diambil sebanyak setengah botol
air mineral 600 ml pada masing-masing titik air
dan dihomogenkan. Air dituang ke beaker glass sebanyak 50 ml lalu dicek pH dan
DHL dari sampel yang telah homogen tersebut lalu hasilnya dicatat. Cawan kosong
ditimbang, lalu diisi air dan dioven pada suhu 110°C hingga kering. Hasil yang
didapat ditimbang dan dicatat. Kekeruhan air sampel antara sungai satu dengan
yang lain dibandingkan satu sama lain. Jumlah bahan terlarut dalam air dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Zat Terlarut (gr) = Berat Cawan + Air Setelah Dioven (gr)
Berat Cawan (gr)
III.
HASIL PENGAMATAN
Tabel 3.1. Data Warna, pH, DHL, dan Bahan Terlarut pada
berbagai Sampel
Lokasi Sampel
|
Warna
|
pH
|
DHL (ms/cm)
|
Bahan Terlarut (gr)
|
Sungai Winongo
|
++
|
8,12
|
2,90
|
0,0158
|
Sungai Code
|
++++
|
8,16
|
0,40
|
0,0077
|
Sungai Gajah Wong Bonbin
|
+++
|
8,08
|
0,80
|
0,0149
|
Sungai Gajah
Wong Affandi
|
+
|
7,40
|
0,55
|
0,0153
|
Keterangan:
Jernih = +
Keruh = ++++++
Contoh
Perhitungan:
-
Sungai
Winongo
pH = (8,17
+ 8,07)/ 2 = 8,12
DHL = (4,1 + 1,7)/ 2 = 2,90
Bahan Terlarut = 32,9058 – 32,89 = 0,0158
IV.
PEMBAHASAN
Sungai Code merupakan sungai yang membelah Yogyakarta menjadi
dua bagian. Sungai ini bermata di kaki Gunung Merapi, tepatnya di sekitar
Hargobinangun, dan berakhir saat bertemu dengan Sungai Opak.
Daerah Aliran Sungai Gajah Wong yang merupakan sub DAS Opak
memiliki luas 46,082 km2. Secara garis besar, hulu sungai Gajah Wong adalah
dari Gunung Merapi dan hilirnya adalah pantai selatan. Pemanfaatan lahan pada
DAS Gajah Wong mempengaruhi kualitas air sungai dan diidentifikasi sebagai
sumber pencemar. Bagian hulu sungai, sumber pencemar utama adalah dari rumah
tangga, pertanian, dan jasa. Bagian tengah adalah dari pertanian dan pemukiman,
sedangkan bagian hilir adalah pemukiman, jasa, dan industri. Daya tampung
sungai ini di bagian hulu dan tengah sangat baik, sedangkan semakin ke hilir,
semakin kurang baik.
Berdasarkan hasil pengamatan, sungai yang memiliki tingkat
kekeruhan tertinggi sampai yang terendah berdasar warnanya yakni sungai Code,
Gajah Wong di Bonbin, Winongo, dan Gajah Wong Affandi. Air yang kerush berasal
oleh adanya butiran-butiran koloid tanah. Apabila di dalam media air terjadi
kekeruhan maka kandungan oksigen akan menurun. Hal ini disebabkan intensitas
cahaya matahari yang masuk akan semakin berkurang karena phytoplankton sulit
berfotosintesis. Untuk nilai pH, keempat lokasi tersebut tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang berarti. Menurut standar baku mutu kualitas air
berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 untuk parameter pH yaitu 6-9, air di keempat
lokasi tersebut masih dalam tahap aman dari sisi tingkat keasaman tentunya.
Kemudian, Daya Hantar Listrik (DHL) tertinggi terdapat pada sampel air di
Sungai Winongo (2,9 ms/ cm) dan yang terendah pada Sungai Code (0,4 ms/ cm).
DHL menunjukkan adanya konsentrasi garam total terlarut (salinitas), banyaknya
natrium dan perbandingannya dengan kation-kation lain, dll. Artinya, pada
Sungai Winongo, tingkat kejenuhan garam atau pencemaran salinitas terjadi
secara signifikan. Dari situ dapat diperkirakan bahwa semakin ke hulu dari
titik pengambilan sampel pemukiman akan semakin padat, sedangk di Sungaan pada
ketiga lokasi yang lain diperkirakan kualitas airnya masih cukup baik (dari
sisi salinitas) dan tidak berbeda secara signifikan. Lalu dari bahan terlarut
didapatkan bahan terlarut tertinggi pada Sungai Winongo (0,0158 gr) dan
terendah pada Sungai Code (0,0077 gr). Bahan terlarut menunjukkan adanya penambahan
materi ke dalam sungai, kemungkinan berupa limbah rumah tangga. Bahan terlarut
secara signifikan turut menentukan kualitas air sungai pada keempat lokasi
tersebut. Sungai Winongo berarti merupakan sungai yang kualitas airnya cukup
rendah dibandingkan dengan ketiga lokasi lainnya.
Perbandingan antara/ pada Sungai Gajahwong Affandi dan di
Bonbin menunjukkan bahwa kualitas air di hulu (Affandi) lebih baik daripada
kualitas air di Bonbin. Hal itu terlihat dari adanya perbedaan besarnya/
tingkat kekeruhan Affandi yang lebih rendah, pH yang lebih rendah, dan DHL yang
lebih rendah, walaupun bahan larut yang lebih tinggi namun tidak ada perbedaan
signifikan pada nilai tersebut (selisih hanya 0,0004 gram).
Ditinjau lebih jauh, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas air. Faktor-faktor tersebut dibagi menurut 3 persyaratan yaitu fisika,
kimia, dan mikrobiologis.
1.
Dari segi fisika
a.
Kekeruhan; tingkat kekeruhan
harus rendah.
b.
Warna; warnanya mendekati
bening.
c.
Rasa tawar; air yang baik
tidak berasa (tawar).
d.
Bau; air yang berkualitas
tidak berbau.
e.
Temperatur normal; jika
normal, fitoplankton dapat hidup.
f.
Tidak mengandung zat padatan,
misalnya sampah plastik.
2.
Dari segi kimia
a.
Derajat keasaman harus 6-9 (menurut PP No. 82 tahun 2001)
b.
Kesadahan (kandungan/ tingkat
pengapuran).
c.
Kandungan besi (Fe) dengan
batas maksimal 1,0 mg/liter.
d.
Alumunium (Al) menurut Menkes
No. 82 tahun 2001 yaitu 0,2 mg/liter (maksimal). Al menyebabkan air semakin
berasa.
e.
Zat organik, mempengaruhi
flora dan fauna mikro dalam air.
f.
Sulfat, mempengaruhi
korositas pada besi.
g.
Nitrat dan nitrit,
mempengaruhi toksisitas darah manusia.
h.
Klorida, juga mempengaruhi
korositas.
i.
Zink, batas maksimal 15
mg/liter. Lebih dari itu, air akan berasa pahit.
3.
Dari segi mikrobologi
a.
Tidak mengandung patogen
seperti pada golongan coli, Salmonella tyhi, Vibrio cholera, dll.
b.
Tidak mengandung bakteri non
patogen seperti Actinomycetes, Cledocera, Phytoplankton coli, dll.
Manfaat mengetahui kualitas air bagi bidang pertanian adalah
sebagai patokan atau informasi primer dalam menentukan berbagai hal yang
berkaitan dengan tingkat produksi pertanian seperti menentukan tanaman yang
cocok baik spesies maupun kultivar/ varietasnya. Contohnya, pH yang ditolerir
oleh cabe tidaklah sama dengan padi dan bahkan dalam 1 spesies (cabe keriting
dan rawit) pun akan berbeda. Selain itu, kualitas air juga menentukan tahan
atau tidaknya tanaman untuk bertahan dalam cekaman toksin (racun) pada air.
Lalu, air yang berkualitas bagi bidang pertanian juga diharapkan merupakan air
yang “subur” yakni air yang mengandung zat organik dan anorganik atau
mikroorganisme baik (positif) sehingga secara tidak langsung dapat menentukan
banyaknya biaya untuk membeli pupuk tambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Irigasi Menuju
Pertanian Sehat. <http://www.ptpn-11.com/irigasi-menuju pertanian-sehat.html>. Diakses pada tanggal
30 Mei 2013.
Anonim. 2011. Kualitas Air.
<http://www.tkcmindonesia.com/bahasa/waterquality.html>. Diakses pada tanggal 30 Mei 2013.
Ayers, R.S. dan D.W.
Westcot. 1989. Water Quality for Agriculture. FAO Irrigation and Drainage Department. Rome.
Harmayani, K.D. dan I.G.M.
Konsuhartha. 2007. Pencemaran air tanah akibat pembuangan limbah domestik di lingkungan kumuh.
Jurnal Pemukiman Notah 5 : 62 – 75.
Haslam, S.M. 1995. River
Pollution and Ecological Perpective. John Wiley and Sons. Chichester.
Isidoro, D. dan Ramon A.
2007. River water quality and irrigated agriculture in the Ebrobasin: an interview. International Journal of
Water Resources Development 23: 91 – 106.
Mulyadi, R. Artanti dan T.
Dewi. 2008. Kualitas Air Sungai pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Solo Hulu Tengah di Kabupaten Karanganyar.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Nawawi. 2011. Kualitas Air
dan Kegunaannya di Bidang Pertanian. Departemen Pendidikan. Jakarta.
Siradz, S.A., E.S. Harsono,
dan I. Purba. 2008. Kualitas air sungai Code, Winongo, dan Gajah Wong, D.I. Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah
dan Lingkungan 8 : 121 – 125.
LAMPIRAN
(Perhitungan)
1.
Nilai pH
-
Winongo = (8,17 +
8,07)/ 2 = 8,12
-
Code =
(8,17 + 8,15)/ 2 = 8,16
-
Gajahwong Bonbin = (7,80 + 8,37)/
2 = 8,08
-
Gajahwong Affandi = (7,60 + 7,20)/
2 = 7,40
2.
Nilai DHL (Daya Hantar Listrik)
-
Winongo = (4,10 +
1,70)/ 2 = 2,90
-
Code =
(0,40 + 0,40)/ 2 = 0,40
-
Gajahwong Bonbin = (0,80 + 0,80)/
2 = 0,80
-
Gajahwong Affandi = (0,60 + 0,50)/
2 = 0,55
3.
Bahan Terlarut
-
Winongo = 32,9058
– 32,89 = 0,0158
-
Code =
32,2977 – 32,29 = 0,0770
-
Gajahwong Bonbin = 37,7049 –
37,69 = 0,0149
-
Gajahwong Affandi = 37,6153 –
37,60 = 0,0153
Langganan:
Postingan (Atom)