LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN
ACARA VII
KUALITAS AIR
UNTUK PERTANIAN
Disusun oleh:
1. Fahmi
Anugrah Tirta (12130/PN)
2. Novira
Maya Sari (12142/PN)
3. Fahmi
Ekaputra (12147/PN)
4. Amal
Wira Nurhanafi (12164/PN)
5. Zulham
Aaron Mochamad (12172/PN)
6. Rivandi
Pranandita Putra (12175/PN)
Gol./ Kel. :
B5/ 3
Asisten :
Rosyida Ismi Barroroh
LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ACARA VII
KUALITAS AIR UNTUK PERTANIAN
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pertanian
berkelanjutan merupakan suatu upaya memelihara, memperpanjang, meningkatkan dan
meneruskan kemampuan produktif dari sumberdaya pertanian untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi pangan. Guna mewujudkan pertanian berkelanjutan, sumberdaya
pertanian seperti air dan tanah yang tersedia perlu dimanfaatkan secara berdaya
guna dan berhasil guna. Kebutuhan akan sumberdaya air dan tanah cenderung
meningkat dengan adanya pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup,
sehingga kompetisi dalam pemanfaatannya juga semakin meningkat tajam baik
antara sektor pertanian dengan sektor non-pertanian maupun antar pengguna dalam
sektor pertanian itu sendiri.
Pengelolaan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman di lahan dapat
dilakukan melalui irigasi. Namun, saat ini pemeliharaan irigasi dan air irigasi
di Indonesia kurang diperhatikan. Oleh karena itu, kualitas air irigasi menjadi
hal yang harus diperhatikan dengan baik agar produksi pertanian dapat memenuhi
standar kuantitas maupun kualitas. Kualitas air untuk pertanian ini, harus
tetap dijaga baik sebelum maupun sesudah memasuki areal pertanian.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan
untuk mengetahui cara menghitung kualitas air secara kuantitatif.
C. Tinjauan
Pustaka
Air merupakan regulator yang
universal dimana hampir berbagai macam zat terlarut di dalamnya dan
berinteraksi langsung dengan sistem yang terdapat dalam setiap organisme hidup.
Kualitas air merupakan salah satu aspek yang semakin banyak mendapatkan
perhatian dan pengelolaan sumber daya air. Kualitas air
secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu
kegiatan ke kegiatan
lain. Sebagai
contoh: kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk
keperluan air minum. Kualitas air mengacu pada kandungan polutan yang
terkandung dalam air dan kaitannya untuk menunjang kehidupan ekosistem yang ada
di dalamnya. Dalam
memahami kualitas air, kita perlu mengetahui sifat-sifat air terlebih dahulu
(Haslam, 1995).
Air irigasi didistribusikan ke
petak pertanian dengan jumlah dan kualitas air sesuai kebutuhan tanaman yang
diusahakan, serta mengalirkan kelebihan air ke tempat lain hingga tidak merusak
tanaman. Air irigasi yang cukup dengan kualitas air yang sesuai dengan
peruntukan tanaman dapat mendukung pertanian sehat. Salah satu parameter yang
digunakan untuk mengukur kualitas air adalah baku mutu air, yaitu batas kadar
yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar dalam air tetapi masih sesuai
dengan peruntukannya. Sesuai keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan
Hidup Negara tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, air irigasi
termasuk golongan D yang diperuntukkan bagi pertanian dan dapat pula digunakan
untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik tenaga air. Persyaratan kualitas
air golongan D ini lebih rendah disbanding golongan A, B, dan C yang
berturut-turut diperuntukkan bagi air minum, mandi, serta peternakan dan
perikanan. Berbagai persyaratan tersebut meliputi sifat fisik, kimia dan
biologi. Sifat fisik memuat seperti kekeruhan dan warna kekeruhan air terkait
padatan yang tersuspensi, sementara sifat kimia diantaranya adalah derajat
keasaman, kadar O2 terlarut, serta padatan terlarut seperti nitrat fosfat dan
residu pestisida. Untuk sifat biologi, parameter yang digunakan adalah jumlah
mikroorganisme pathogen yang ada di dalam air (Anonim, 2010).
Kualitas air dijabarkan dalam
kekeruhan yang dinyatakan dalam NTU (Nephelometric
Turbidity Units). Semakin banyak padatan tersuspensi dalam air maka air
terlihat semakin kotor dan nilai NTU nya semakin tinggi. Nilai pH air
mengindikasikan apakah air bersifat asam atau basa. Tingkat pH yang baik untuk
air minum adalah antara 6,5 dan 8,5. Nilai pH di bawah 6,5 akan terlalu asam
dan pH di atas 8,5 akan terlalu basa. Secara umum, kualitas air harus memenuhi
syarat kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia dan
radioaktif. Parameter kualitas air tersebut harus dipenuhi sesuai standar yang
telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian sebelum didistribusikan ke tanaman
budidaya (Anonim, 2011).
Pencemaran air dapat dijadikan indikator
penentuan kualitas air. Pencemaran air dikelompokkan menjadi empat, yaitu dari
bahan organik, anorganik, zat kimia, dan limbah. Bahan buangan organik biasanya
berupa limbah yang dapat terdegradasi oleh mikroorganisme sehingga dapat
meningkatkan perkembangan mikroorganisme. Sementara itu, bahan buangan
anorganik berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan mikroorganisme tidak
dapat mendegradasinya. Macam-macam bahan anorganik berasal dari logam-logam
seperti ion kalsium (Ca), ion timbal (Pb), ion magnesium (Mg), ion arsen (As),
dan air raksa (Hg). Bila logam-logam tersebut mencemari air, maka akan
menimbulkan akumulasi yang pada akhirnya menyebabkan air menjadi sadah dan
mengganggu kesehatan manusia. Bahan buangan yang berasal dari zat kimia
dihasilkan oleh sabun, pestisida, zat warna kimia, larutan penyamak kulit, dan
zat radioaktif. Limbah adalah zat, energi atau komponen lain yang dikeluarkan/
dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industry maupun non-industri. Limbah bisa
merusak kualitas air untuk pertanian dan membahayakan kesehatan tanaman
budidaya (Harmayani dan Konsukartha, 2007).
Kondisi DAS dikatakan baik jika memenuhi
beberapa kriteria, antara lain kualitas air baik dari tahun ke tahun, debit
sungai konstan dari tahun ke tahun, ketinggian air muka tanah konstan dari
tahun ke tahun, serta fluktuasi debit antara debit maksimum dan minmum kecil.
Ini digambarkan dengan nisbah debit tersebut. DAS sendiri merupakan suatu
sistem yang mempunyai potensi besar untuk mengalami polusi atau pencemaran.
Komponen utama DAS yang berpotensi untuk tercemar adalah badan air dan tanah,
yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada makhluk hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan)
yang berinteraksi dengan komponen-komponen yang ada dalam sistem DAS atau
daerah yang dipengaruhinya. Penurunan kualitas air di DAS antara lain
disebabkan oleh: (a) meningkatnya kandungan sedimen dalam air sungai, (b)
sistem pembuangan air limbah industry di sepanjang aliran sungai sehingga
terjadi pencemaran, (c) limbah rumah tangga yang ikut mempengaruhi kualitas air
dan (d) akibat negatif intensifikasi pertanian (Mulyadi et al., 2008).
Daerah Aliran Sungai Code,
Winongo, dan Gajah Wong sebagian besar dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan
domestik, industri, dan pertanian. Limbah dari kegiatan tersebut umumnya
langsung dibuang ke dalam sungai dan akan berdampak sangat buruk terhadap
kualitas sungai. Dampak buruk terhadap kualitas air sungai tersebut tentu saja
tergantung dari jenis, jumlah, dan sifat dari limbah yang masuk ke dalam
sungai. Nilai pH air yang normal adalah sekitar 6 – 7,5 (normal). Fluktuasi
nilai pH pada air sungai dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain (i) bahan
organik atau limbah organik, meningkatnya kemasaman dipengaruhi oleh bahan
organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian; (ii) bahan
anorganik atau limbah anorganik, air limbah industri bahan organik umumnya
mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga kemasamannya juga tinggi;
(iii) basa dan garam basa dalam air seperti NaOH2 dan Ca(OH)2 dan sebagainya;
(iv) hujan asam akibat emisi gas (Siradz et
al., 2008).
Masalah yang ditimbulkan oleh air
irigasi terkait kualitasnya dapat berupa salinitas, daya hantar listrik (EC),
kandungan lumpur, pH, akumulasi Na+. Cl-, dan BO3- yang bersifat racun, serta
kandungan N yang tinggi. Kesemuanya itu dapat menurunkan kuantitas maupun
kualitas hasil panen atau bersifat korosif terhadap alat-alat pertanian.
Salinitas terjadi bila garam-garam yang berasal dari air tanah yang dangkal dan
salin atau dari garam-garam yang terlarut dalam air irigasi terakumulasi pada
zona perakaran sehingga tanaman tidak mampu menyerap air dari tanah dalam
jumlah cukup banyak untuk memenuhi kebutuhannya. Apabil penyerapan air sangat
menurun maka tanaman akan memperlihatkan gejala kekeringan dan bila tidak
segera diatasi dapat merugikan atau bahkan kegagalan panen (Ayers dan Westcot,
1989).
Dalam menentukan kualitas air
dikenal tiga parameter utama, yaitu oksigen terlarut, kebutuhan oksigen
biologis, dan kebutuhan oksigen kimia. Oksigen (O2) merupakan parameter penting
dalam air. Sebagian besar makhluk hidup dalam air membutuhkan O2 untuk
mempertahankan hidupnya, baik tanaman air maupun hewan yang hidup di air
bergantung pada oksigen terlarut. Keseimbangan oksigen terlarut dalam air
secara alamiah terjadi secara berkesinambungan (Isidoro dan Ramon, 2007).
Kriteria air yang bagus digunakan
dalam sektor pertanian, antara lain air tersebut tidak memiliki konsentrasi
garam yang tinggi karena dengan tingginya tingkat konsentrasi garam maka akan
meningkatkan tekanan osmotic yang berpengaruh dalam penghambatan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Selain itu, air yang bagus digunakan untuk pertanian
juga harus memiliki kandungan sodium yang rendah karena sodium terdapat di
koloid tanah dan akan berfluktuasi sesuai penambahan air irigasi atau air hujan
dan sistem koloid tanah, sebab air yang baik bagi pertumbuhan tanaman adalah
yang bersodium rendah. Kriteria lain adalah nilai pH berkisar antara 6,5 – 8,4
atau pH netral, karena apabila pH tinggi atau lebih dari 8,5 sering ada HCO3-
dan CO3- dalam konsentrasi tinggi atau disebut alkalinity. Selain itu, air yang
baik untuk pertanian juga harus memilih nutrisi yang tidak berlebih karena
apabila nutrisinya berlebih maka akan mengurangi kualitas hasil pertanian
(Nawawi, 2001).
II. METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air Untuk
Pertanian Acara VII yang berjudul Kualitas Air Untuk Pertanian ini dilaksanakan
pada hari Jumat, tanggal 24 Mei 2013 di Laboratorium Agrohidrologi, Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini yaitu sampel air dari sungai Winongo, Code, Gajah
Wong di dekat Museum Affandi Yogyakarta dan sungai Gajah Wong di sekitar
Gembira Loka. Alat yang digunakan yaitu pH meter, EC meter, botol, beaker glass, cawan dan oven.
Cara kerja pada praktikum ini
yaitu mula-mula dari masing-masing kelompok mengambil sampel air di tempat yang
telah ditentukan. Air diambil dari bagian tepi kiri, kanan dan tengah sungai
sebelum dikompositkan. Air dimasukkan ke dalam botol lalu diambil diambil sebanyak setengah botol
air mineral 600 ml pada masing-masing titik air
dan dihomogenkan. Air dituang ke beaker glass sebanyak 50 ml lalu dicek pH dan
DHL dari sampel yang telah homogen tersebut lalu hasilnya dicatat. Cawan kosong
ditimbang, lalu diisi air dan dioven pada suhu 110°C hingga kering. Hasil yang
didapat ditimbang dan dicatat. Kekeruhan air sampel antara sungai satu dengan
yang lain dibandingkan satu sama lain. Jumlah bahan terlarut dalam air dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Zat Terlarut (gr) = Berat Cawan + Air Setelah Dioven (gr)
Berat Cawan (gr)
III.
HASIL PENGAMATAN
Tabel 3.1. Data Warna, pH, DHL, dan Bahan Terlarut pada
berbagai Sampel
Lokasi Sampel
|
Warna
|
pH
|
DHL (ms/cm)
|
Bahan Terlarut (gr)
|
Sungai Winongo
|
++
|
8,12
|
2,90
|
0,0158
|
Sungai Code
|
++++
|
8,16
|
0,40
|
0,0077
|
Sungai Gajah Wong Bonbin
|
+++
|
8,08
|
0,80
|
0,0149
|
Sungai Gajah
Wong Affandi
|
+
|
7,40
|
0,55
|
0,0153
|
Keterangan:
Jernih = +
Keruh = ++++++
Contoh
Perhitungan:
-
Sungai
Winongo
pH = (8,17
+ 8,07)/ 2 = 8,12
DHL = (4,1 + 1,7)/ 2 = 2,90
Bahan Terlarut = 32,9058 – 32,89 = 0,0158
IV.
PEMBAHASAN
Sungai Code merupakan sungai yang membelah Yogyakarta menjadi
dua bagian. Sungai ini bermata di kaki Gunung Merapi, tepatnya di sekitar
Hargobinangun, dan berakhir saat bertemu dengan Sungai Opak.
Daerah Aliran Sungai Gajah Wong yang merupakan sub DAS Opak
memiliki luas 46,082 km2. Secara garis besar, hulu sungai Gajah Wong adalah
dari Gunung Merapi dan hilirnya adalah pantai selatan. Pemanfaatan lahan pada
DAS Gajah Wong mempengaruhi kualitas air sungai dan diidentifikasi sebagai
sumber pencemar. Bagian hulu sungai, sumber pencemar utama adalah dari rumah
tangga, pertanian, dan jasa. Bagian tengah adalah dari pertanian dan pemukiman,
sedangkan bagian hilir adalah pemukiman, jasa, dan industri. Daya tampung
sungai ini di bagian hulu dan tengah sangat baik, sedangkan semakin ke hilir,
semakin kurang baik.
Berdasarkan hasil pengamatan, sungai yang memiliki tingkat
kekeruhan tertinggi sampai yang terendah berdasar warnanya yakni sungai Code,
Gajah Wong di Bonbin, Winongo, dan Gajah Wong Affandi. Air yang kerush berasal
oleh adanya butiran-butiran koloid tanah. Apabila di dalam media air terjadi
kekeruhan maka kandungan oksigen akan menurun. Hal ini disebabkan intensitas
cahaya matahari yang masuk akan semakin berkurang karena phytoplankton sulit
berfotosintesis. Untuk nilai pH, keempat lokasi tersebut tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang berarti. Menurut standar baku mutu kualitas air
berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 untuk parameter pH yaitu 6-9, air di keempat
lokasi tersebut masih dalam tahap aman dari sisi tingkat keasaman tentunya.
Kemudian, Daya Hantar Listrik (DHL) tertinggi terdapat pada sampel air di
Sungai Winongo (2,9 ms/ cm) dan yang terendah pada Sungai Code (0,4 ms/ cm).
DHL menunjukkan adanya konsentrasi garam total terlarut (salinitas), banyaknya
natrium dan perbandingannya dengan kation-kation lain, dll. Artinya, pada
Sungai Winongo, tingkat kejenuhan garam atau pencemaran salinitas terjadi
secara signifikan. Dari situ dapat diperkirakan bahwa semakin ke hulu dari
titik pengambilan sampel pemukiman akan semakin padat, sedangk di Sungaan pada
ketiga lokasi yang lain diperkirakan kualitas airnya masih cukup baik (dari
sisi salinitas) dan tidak berbeda secara signifikan. Lalu dari bahan terlarut
didapatkan bahan terlarut tertinggi pada Sungai Winongo (0,0158 gr) dan
terendah pada Sungai Code (0,0077 gr). Bahan terlarut menunjukkan adanya penambahan
materi ke dalam sungai, kemungkinan berupa limbah rumah tangga. Bahan terlarut
secara signifikan turut menentukan kualitas air sungai pada keempat lokasi
tersebut. Sungai Winongo berarti merupakan sungai yang kualitas airnya cukup
rendah dibandingkan dengan ketiga lokasi lainnya.
Perbandingan antara/ pada Sungai Gajahwong Affandi dan di
Bonbin menunjukkan bahwa kualitas air di hulu (Affandi) lebih baik daripada
kualitas air di Bonbin. Hal itu terlihat dari adanya perbedaan besarnya/
tingkat kekeruhan Affandi yang lebih rendah, pH yang lebih rendah, dan DHL yang
lebih rendah, walaupun bahan larut yang lebih tinggi namun tidak ada perbedaan
signifikan pada nilai tersebut (selisih hanya 0,0004 gram).
Ditinjau lebih jauh, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas air. Faktor-faktor tersebut dibagi menurut 3 persyaratan yaitu fisika,
kimia, dan mikrobiologis.
1.
Dari segi fisika
a.
Kekeruhan; tingkat kekeruhan
harus rendah.
b.
Warna; warnanya mendekati
bening.
c.
Rasa tawar; air yang baik
tidak berasa (tawar).
d.
Bau; air yang berkualitas
tidak berbau.
e.
Temperatur normal; jika
normal, fitoplankton dapat hidup.
f.
Tidak mengandung zat padatan,
misalnya sampah plastik.
2.
Dari segi kimia
a.
Derajat keasaman harus 6-9 (menurut PP No. 82 tahun 2001)
b.
Kesadahan (kandungan/ tingkat
pengapuran).
c.
Kandungan besi (Fe) dengan
batas maksimal 1,0 mg/liter.
d.
Alumunium (Al) menurut Menkes
No. 82 tahun 2001 yaitu 0,2 mg/liter (maksimal). Al menyebabkan air semakin
berasa.
e.
Zat organik, mempengaruhi
flora dan fauna mikro dalam air.
f.
Sulfat, mempengaruhi
korositas pada besi.
g.
Nitrat dan nitrit,
mempengaruhi toksisitas darah manusia.
h.
Klorida, juga mempengaruhi
korositas.
i.
Zink, batas maksimal 15
mg/liter. Lebih dari itu, air akan berasa pahit.
3.
Dari segi mikrobologi
a.
Tidak mengandung patogen
seperti pada golongan coli, Salmonella tyhi, Vibrio cholera, dll.
b.
Tidak mengandung bakteri non
patogen seperti Actinomycetes, Cledocera, Phytoplankton coli, dll.
Manfaat mengetahui kualitas air bagi bidang pertanian adalah
sebagai patokan atau informasi primer dalam menentukan berbagai hal yang
berkaitan dengan tingkat produksi pertanian seperti menentukan tanaman yang
cocok baik spesies maupun kultivar/ varietasnya. Contohnya, pH yang ditolerir
oleh cabe tidaklah sama dengan padi dan bahkan dalam 1 spesies (cabe keriting
dan rawit) pun akan berbeda. Selain itu, kualitas air juga menentukan tahan
atau tidaknya tanaman untuk bertahan dalam cekaman toksin (racun) pada air.
Lalu, air yang berkualitas bagi bidang pertanian juga diharapkan merupakan air
yang “subur” yakni air yang mengandung zat organik dan anorganik atau
mikroorganisme baik (positif) sehingga secara tidak langsung dapat menentukan
banyaknya biaya untuk membeli pupuk tambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Irigasi Menuju
Pertanian Sehat. <http://www.ptpn-11.com/irigasi-menuju pertanian-sehat.html>. Diakses pada tanggal
30 Mei 2013.
Anonim. 2011. Kualitas Air.
<http://www.tkcmindonesia.com/bahasa/waterquality.html>. Diakses pada tanggal 30 Mei 2013.
Ayers, R.S. dan D.W.
Westcot. 1989. Water Quality for Agriculture. FAO Irrigation and Drainage Department. Rome.
Harmayani, K.D. dan I.G.M.
Konsuhartha. 2007. Pencemaran air tanah akibat pembuangan limbah domestik di lingkungan kumuh.
Jurnal Pemukiman Notah 5 : 62 – 75.
Haslam, S.M. 1995. River
Pollution and Ecological Perpective. John Wiley and Sons. Chichester.
Isidoro, D. dan Ramon A.
2007. River water quality and irrigated agriculture in the Ebrobasin: an interview. International Journal of
Water Resources Development 23: 91 – 106.
Mulyadi, R. Artanti dan T.
Dewi. 2008. Kualitas Air Sungai pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Solo Hulu Tengah di Kabupaten Karanganyar.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Nawawi. 2011. Kualitas Air
dan Kegunaannya di Bidang Pertanian. Departemen Pendidikan. Jakarta.
Siradz, S.A., E.S. Harsono,
dan I. Purba. 2008. Kualitas air sungai Code, Winongo, dan Gajah Wong, D.I. Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah
dan Lingkungan 8 : 121 – 125.
LAMPIRAN
(Perhitungan)
1.
Nilai pH
-
Winongo = (8,17 +
8,07)/ 2 = 8,12
-
Code =
(8,17 + 8,15)/ 2 = 8,16
-
Gajahwong Bonbin = (7,80 + 8,37)/
2 = 8,08
-
Gajahwong Affandi = (7,60 + 7,20)/
2 = 7,40
2.
Nilai DHL (Daya Hantar Listrik)
-
Winongo = (4,10 +
1,70)/ 2 = 2,90
-
Code =
(0,40 + 0,40)/ 2 = 0,40
-
Gajahwong Bonbin = (0,80 + 0,80)/
2 = 0,80
-
Gajahwong Affandi = (0,60 + 0,50)/
2 = 0,55
3.
Bahan Terlarut
-
Winongo = 32,9058
– 32,89 = 0,0158
-
Code =
32,2977 – 32,29 = 0,0770
-
Gajahwong Bonbin = 37,7049 –
37,69 = 0,0149
-
Gajahwong Affandi = 37,6153 –
37,60 = 0,0153
Tidak ada komentar:
Posting Komentar