Selasa, 14 Mei 2013

Draft BTT Acara 5


DRAFT LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN

ACARA V
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KELAPA



Disusun Oleh :
                                                  Nama      : Rivandi Pranandita Putra
                                                  NIM       : 12175/ PN
                                                  Gol/Kel   :  B2/ 3
                                                  Asisten    : 1. Putri Wulandari
                                                                   2. Rean Afina
                                                                   3. Ria Arum Yuliana
                                                            


LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
PROGRAM STUDI AGRONOMI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GAJAH MADA
YOGYAKARTA
2013



ACARA V
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KELAPA

I.       PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman tahunan yang produknya banyak dimanfaatkan oleh manusia. Permintaan akan kelapa yang terus meningkat tidak diimbangi oleh peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas tanaman kelapa dilakukan dengan peremajaantanaman-tanaman kelapa tua dan perluasan lahan. Perluasan lahan untuk meningkatkan produktivitas perlu memerhatikan banyak hal, seperti kesesuaian lahan.            Klasifikasi kesesuaian lahan (suitability rules) adalah aturan yang harus diikuti dalam evaluasi lahan. Aturan tersebut disusun dan ditetapkan menjadi suatu sistem evaluasi lahan yang merupakan kesepakatan tentang kaidah yang akan dipakai dalam proses tersebut. Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumber daya lahan. Kesesuaian lahan secara kuantitatif adalah penilaian kesesuaian lahan secara fisik dilanjutkan dengan penilaian kesesuaian lahan secara ekonomi.
Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, sehingga dapat memberikan nilai harapan produksi. Selain itu, hasil evaluasi lahan secara ekonomi akan memberikan gambaran keuntungan atau resiko kerugian dari suatu komoditas yang diusahakan di suatu areal pada tingkat manajemen tertentu. Kesesuaian lahan secara ekonomi akan menunjukkan keberhasilan suatu komoditas yang diusahakan tidak hanyak diekspresikan oleh produksi fisik ton per ha, tetapi juga dari aspek komersial. Oleh karena itu, perlu dilakukan penerapan teknologi yang tepat guna untuk mengoptimalkan penggunaan Sumber Daya Lahan secara terarah dan efesien digunakan data yang lengkap mengenai keadan iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan, terutama tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang baik melalui survei dan pemetaan kepabilitas atau kemampuan lahan. Dengan demikian, mahasiswa pertanian perlu mengetahui analisis kesesuaian lahan yang akan dilakukan pada praktikum ini.



B. Tujuan
1.      Mempelajari kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa di DIY.
2.      Mempelajari aspek teknis budidaya yang diterapkan di lapangan.


II.                TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman kelapa termasuk tanaman yang memiliki ukuran batang dari sedang sampai tinggi berkisar antara 10-20 m dan terkadang dapat juga mencapai 30 m. batang tanaman kelapa berdiameter hingga 50 cm dan berbentuk lurus atau juga dapat berbelok tergantung pada kondisi lahan tanaman kelapa ditanam. Tanaman kelapa memiliki syarat tumbuh dengan toleransi yang relatif luas tetapi berkembang optimal pada kondisi tanah yang memiliki fraksi tanah yang banyak dan dalam, serta pH antara 5,5 sampai dengan 8. Walaupun mampu tumbuh pada ketinggian di atas 1200 mdpl untuk daerah tropis dan 900 mdpl pada daerah subtropis, pada umumnya tanaman kelapa dapat tumbuh dan berproduksi optimal pada ketinggian 600 mdpl atau di bawahnya (Allen, 1989). 
Kelapa membutuhkan air tanah pada kondisi tersedia yaitu bila kandungan air tanah sama dengan laju evapotranspirasirasi atau bila persediaan air ditambah curah hujan selama 1 bulan lebih besar atau sama dengan potensi evapotranspirasi, maka air tanah cukup tersedia. Keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah terutama kandungan bahan organik dan keadaan penutup tanah. Jeluk atau kedalaman tanah yang dikehendaki minimal 80-100 cm. Kelapa menyukai sinar matahari dengan lama penyinaran minimum 120 jam/bulansebagai sumber energi fotosintesis. Bila dinaungi, pertumbuhan tanaman muda dan buah akan terlambat. Kelapa juga sangat peka pada suhu rendah dan tumbuh paling baik pada suhu 20-27 derajat C. Pada suhu 15 derajat C, akan terjadi perubahan fisiologis dan morfologis tanaman kelapa (Cramer and Kosloski, 1960).
Kesesuaian lahan atau land suitability adalah kecocokan atau kemampuan adaptasi suatu lahan dengan tujuan penggunaan tertentu, melaui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat dilakukan usaha penggunaan lahan yang lebih terarah dan terciptanya pemeliharaan kelestarian. Dengan melakukan analisis kesesuaian lahan, maka kita dapat menentukan dan melokasikan lahan yang sesui untuk usaha pertanian, serta menentukan rekomendasi penggunaan lahan (tanah) sesuai dengan kepabilitasnya atau kemampuannya dengan mengindahkan kelestarian kesuburan tanah yang dapat meningkatkan produksi/ha dan pendapatan serta kesejahteraan petani (Fauzi et al., 2009).
Di Indonesia, sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang sering dipakai ada dua macam, yaitu klasifikasi kemampuan lahan USDA (Klingebiel & Montgomery, 1961) dan Klasifikasimenurut FAO (1976). Klasifikasi kemampuan lahan menurut Amerika Serikat membagilahan menjadi kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, dan VIII, di mana semakin tinggi kelasmenunjukkan kualitas tanah semakin jelek, sehingga pilihan penggunaannya makin terbatas.Tanah yang cocok untuk pertanian adalah tanah kelas I-IV, sedang kelas V-VIII tidak cocok untuk pertanian. Klasifikasi kesesuaian lahan FAO membagi lahan menjadi kelas S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marjinal), N1 (tidak sesuai untuk saat ini), N2 (tidak sesuai selamanya), atau dapat juga dibagi menjadi S1, S2, S3, N1, N2. kedua sistem tersebut hanya menjelaskan garis besar metode klasifikasinya, sedang rincian tentang faktor-faktor yang dinilai, pengharkatan dan lain-lain harus dikembangkan sendiri-sendiri (Notohadiprawiro et al., 1999).
Kelas kesesuaian lahan untuk pertanaman kelapa pada dasarnya didasarkan atas horizon di mana tanaman kelapa akan ditanam, sifat fisika tanah, dan kemampuan tanah dalam menahan air. Kebaradaan air di dala tanah merupakan dasar pengkelasan kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa karena berpengaruh terhadap penggunaan air khususnya ketika masa kekeringan. Air tanah tersedia juga berpengaruh terhadap luas daun tanaman kelapa dan kapasitas penyimpanan air di batang yang keduanya berpengaruh terhadap laju transpirasi tanaman. Perbedaan varietas tanaman kelapa juga memiliki perbedaan dalam kebutuhan air tanaman yang juga nantinya berpengaruh terhadap kesesuain lahan yang diperlukan tanaman kelepa (Madurapperuna and Jayasekara, 2009).
Tanaman perkebunan (kelapa) tumbuh baik pada gambut dangkal sampai gambut dalam (1-3 m). Ketebalan gambut lebih dari 3 m tidak disarankan untuk pertanian, dan lebih sesuai untuk kawasan hutan lindung atau konservasi. Pengembangan tanaman kelapa terutama kelapa hubrida di lahan gambut pasang surut banyak dilakukan di Propinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan (Mahmud dan Allolerung, 1998). 
Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum dapat dibedakan atas: pengugnaan lahan semusim, tahunan, dan permanen. Penggunaan lahan tanaman tahunan merupakan penggunaan tanaman jangka panjang yang pergilirannya dilakukan setelah hasil tanaman tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti pada tanaman perkebunan. Dalam evaluasi lahan penggunaan lahan harus dikaitkan dengan tipe penggunaan lahan (Land Utilization Type) yaitu jenis-jenis oenggunaan lahan yang diuraikan secara lebih detail karena menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan dan keluaran yang diharapkan secara spesifik. Setiap jenis penggunaan lahan dirinci ke dalam tipe-tipe penggunaan lahan. Tipe penggunaan lahan bukan merupakan tingkat kategori dar klasifikasi penggunaan lahan, tetapi mengacu pada penggunaan lahan tertentu yang tingkatannya di bawah kategori penggunaan lahan secara umum, karena berkaitan dengan aspek masukan, teknologi, dan keluarannya (Coleman and Mechlich, 1957).
Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa dilakukan berdasarkan karakteristik lingkungan fisik dan lahan  seperti temperatur, ketersediaan air, media perakaran, retensi hara, kegaraman,  toksisitas, hara tersedia, kemudahan pengolahan, dan terrain/potensi mekanisasi.  Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta untuk tipe  penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut. Kesesuaian lokasi tanaman kelapa dianalisis menggunakan pencocokan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman kelapa (Basmar, 2008).
 
 
             III. METODE PRAKTIKUM

Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan Acara V yang berjudul Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 7 Mei 2013 di beberapa kabupaten di DIY meliputi Kabupaten Sleman, Bantul, atau Kulon Progo. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kebun kelapa milik petani di Daerah Istimewa Yogyakarta. Alat-alat yang digunakan antara lain alat tulis, kendaraan, dan komputer/ laptop dengan koneksi internet.
Cara kerja pada praktikum ini dimulai dengan datang ke kebun milik petani di kabupaten yang terpilih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian dilakukan pengamatan keadaan lingkungan di lokasi, yang dapat digunakan sebagai kriteria penentuan kelas kesesuaian lahan. Kriteria tersebut diantaranya ketinggian tempat, jenis tanah, kedalaman air tanah, suhu udara rata-rata tahunan, panjang penyinaran, dan tekstur tanah. Pendekatan-pendekatan ilmiah digunakan untuk menentukan beberapa kriteria di lokasi, misalnya kedalaman air tanah dapat dilihat dari kedalaman sumur milik petani yang bersangkutan. Suhu udara rata-rata dapat dihitung dengan rumus Braak (berdasarkan ketinggian tempat). Tekstur tanah dapat didekati dengan metode perabaan (praktis dilakukan di lapangan). Untuk menentukan ketinggian tempat (altitude) dan latitude (letak garis lintang), dilakukan pemanfaatan teknologi informasi. Dengan mengetahui nama desa/ kecamatan/ kabupaten – nya, altitude dan latitude dapat dengan mudah diketahui dengan pemanfaatan wikimapia (www.wikimapia.org) atau Google Earth (http://earth.google.com) di internet. Bahkan dapat juga ditampilkan peta wilayah tersebut apabila dilihat dari ketinggian tertentu. Selanjutnya dilakukan dokumentasi kegiatan yang telah dilakukandengan menunjukkan foto dan gambar yang menyertakan praktikan sehingga menunjukkan bahwa praktikan telah melaksanakan kegiatan praktikum lapangan. Dari data kesesuaian lahan yang berhasil dikumpulkan, dilakukan penentuan kelas kesesuaian lahan lokasi yang dipilih untuk budidaya tanaman kelapa. Setelah itu, dibuat laporan tentang perbandingan antara kondisi ideal (lampiran syarat tumbuh kelapa) dan kenyataan di lapangan, dalam kaitannya dengan budidaya tanaman kelapa.


DAFTAR PUSTAKA

Allen, J.A. 1989. Arecaceae (Palm Family). Paul Smiths College, New York. 

Basmar, A. 2008. Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa di Kabupaten Lampung Barat <http://kelapaindonesia2020.wordpress.com/penelitian-tentang-kelapa/agustanto    basmar/3-metode-penelitian/>. Diakses pada tanggal 10 Mei 2013.

Coleman, N. T., and A. Mechlich. 1957. Soil in the Yearbook of Agriculture. The United  States Government Printing Office, Washington D.C. 

Cramer, P.J., and T.T. Kosloski. 1960. Physiology of Trees. Tata Mc Graw Hill Book Co.Inc, New York.

Fauzi, Y., B. Susilo, dan Z. M. Mayasari. 2009. Analisis kesesuaian lahan wilayah  kota Bengkulu melalui perancangan model spasial dan sistem informasi geografis (SIG). Jurnal Forum Geografi 23 : 101-111.

Madurrapperuma W.S. and C. Jayasekara 2009. Estimation of water use of mature coconut cultivars grown in the low country intermediate zone using the compensation heat pulse method. Journal of the National Science Foundation of Sri Lanka 37: 175 -186. 

Mahmud, Z. dan D. Allolerung. 1988. Teknologi peremajaan, rehabilitas, dan perluasan     tanaman kelapa dalam prosiding pertemuan komisi penelitian pertanian bidag perkebunan. peremajaan, rehabilitasi, dan perluasan tanaman perkebunan: kelapa,  kelapa sawit, karet, kopi, kakao, teh, lada, pala, jambu mete. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan Bogor 4: 116-130.

Notohadiprawiro, T, R. Sutanto, A. Maas, dan S. Yasni. 1999. Kebutuhan Riset,   Inventarisasi, dan Koordinasi Pengeloaan Sumber Daya Tanah di Indonesia. Kantor Menteri Negara, Riset dan Teknologi & Dewan Riset Nasional, Jakarta.

Senin, 13 Mei 2013

Draft BTT Acara 4


DRAFT LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN

ACARA IV
PENAKSIRAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KELAPA
 
Disusun Oleh :
                                                Nama      : Rivandi Pranandita Putra
                                                NIM       : 12175/ PN
                                                Gol/Kel   :  B2/ 3
                                                Asisten    : 1. Putri Wulandari
                                                                 2. Rean Afina
                                                                 3. Ria Arum Yuliana
                                                            


LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
PROGRAM STUDI AGRONOMI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GAJAH MADA
YOGYAKARTA
2013


ACARA IV
PENAKSIRAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KELAPA

I.       PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Kelapa merupakan tumbuhan tropis. Komoditas ini mempunyai nilai ekonomi tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, sehingga kelapa disebut sebagai the tree of life (pohon kehidupan), karena hampir seluruh bagian tanaman kelapa dapat digunakan untuk kebutuhan manusia sehari-hari. Kelapa (Cocos nucifera L.) masuk kedalam kelas Monocotyledonae, Ordo Palmales, dan Familia Palmae. Secara umun tanaman kelapa dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu kelapa dalam, kelapa genjah, dan kelapa hibrida. Produktivitas kelapa dalam saat ini sangat rendah bila dibandingkan dengan kemampuannya berproduksi. Sebagian besar pertanaman kelapa rakyat belum memenuhi standar budidaya, sehingga produktivitasnya rendah. Sebagian besar kebun kelapa rakyat memiliki produktivitas yang rendah. Produktivitas tanaman kelapa sampai dengan tahun 2005 baru mencapai 0,62-1,67 ton kopra per hektar per tahun atau setara 2.500-6.500 butir kelapa.
            Rendahnya produktivitas disebabkan oleh pemeliharaan yang kurang dan rendahnya minat masyarakat untuk memanfaatkan produk dari pohon kelapa. Kebanyakan petani kelapa belum menggunakan bibit unggul dan kurangnya pemeliharaan akibat umur tanaman yang telah tua dan lingkungan tumbuh yang tidak sesuai. Kecenderungan terjadinya eksploitasi monopsonistik oleh perusahaan inti terhadap petani plasma merupakan salah satu penyebab penurunan areal pertanaman tersebut. Hal lain yang menjadi faktor penyebab permasalahn tersebut adalah kurangnya pengetahuan akan teknologi penerapan budidaya kelapa di kalangan petani. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produktivitas kelapa dan pendapatan petani, kelapa tua perlu diremajakan, kelapa yang relatif muda direhabilitasi dan perlu adanya penerpan teknologi tepat guna dalam budiaya tanaman kelapa, serta utamanya diperlukan pengkajian mengenai penaksiran produktivitas kelapa di suatu daerah dalam satu satuan luas lahan per satu satuan waktu sehingga dapat dilakukan upaya teknis lanjutan untuk peningkatan produktivitas kelapa tanpa hambatan yang berarti. Oleh karena itu, pengetahuan tentang penaksiran produktivitas tanaman kelapa perlu diketahui mahasiswa pertanian yang akan dilakukan dalam praktikum ini.

B. Tujuan
1.      Mengetahui produktivitas tanaman kelapa di suatu daerah dalam satu satuan luas lahan per satu satuan waktu.
2.      Mempelajari penerapan teknologi budidaya kelapa di tingkat petani.


II.                TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini. Kelapa secara alami tumbuh di pantai dan pohonnya mencapai ketinggian 30 m. Kelapa berasal dari pesisir Samudera Hindia, namun kini telah tersebar di seluruh daerah tropika. Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1000 m dari permukaan laut, namun akan mengalami pelambatan pertumbuhan (Anonim, 2010).
Produktivitas tanaman kelapa di Indonesia, saat ini baru sekitar 50 persen dari potensinya atau hanya 1,1 ton/ha. Selain rendahnya produktivitas tanaman persoalan lain dalam pengembangan kelapa di Indonesia yakni pemanfaatan produk hilir maupun hasil sampingan belum banyak dilakukan. Selama ini komoditas kelapa hanya dimanfaatkan produk primernya saja dalam bentuk kelapa segar maupun kopra untuk bahan baku minyak goreng. Saat ini, Indonesia baru mampu menghasilkan 22 ragam produk turunan kelapa, jauh di bawah Filipina yang telah memproduksi lebih dari 100 jenis diversifikasi produk berbasis kelapa (Anonim, 2008). 
Produktivitas kelapa menurun sejalan dengan meningkatnya umur tanaman. Lebih lanjut, rendahnya produktivitas kelapa antara lain disebabkan oleh fungsi akar yang menurun dan batang yang terlalu tinggi. Potensi produksi kelapa dalam unggul yang sudah dilepas berkisar antara 2,8-3,3 ton kopra/ha/tahun. Pada tahun 2005, luas areal perkebunan rakyat mencapai 3.786.063 ha dengan komposisi tanaman belum menghasilkan (TBM) 16,47% (0,62 juta ha), tanaman menghasilkan (TM) 73,75% (2,79 juta ha), dan tanaman tidak menghasilkan/tanaman rusak (TTM/TR) 9,77% (0,37 juta ha) (Effendi, 2008).
Keterbatasan sumber daya yang dimiliki petani sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman kelapa. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman adalah mengganti atau meremajakan tanaman kelapa. Peremajaan kelapa sudah berlangsung lama, namun hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu aspek yang sangat berpengaruhTeknologi yang dibutuhkan dalam program peremajaan sesuai dengan kondisi kelapa rakyat saat ini adalah: (1) teknologi yang dapat memperkecil atau menghilangkan dampak peremajaan terhadap pendapatan petani; (2) teknologi yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan tanaman sela; (3) teknologi pemeliharaan tanaman yang meliputi pemupukan, pengendalian gulma serta hama dan penyakit; (4) teknologi perbenihan untuk memenuhi kebutuhan benih unggul; dan (5) teknologi pemanfaatan kayu kelapa untuk mebel dan bahan bangunan (Maliangkay dan Hutapea 2006).
Jenis tanaman kelapa cukup banyak, namun pada umumnya komoditas tersebut digolongkan dalam 2 kelompok. Kelompok yang pertama adalah jenis kelapa berumur dalam atau Tall variety dan berumur genjah atau Dwarf variety. Golongan yang pertama biasanya diserbukan oleh angin dan serangga, sedangkan kelompok genjah menyerbuk secara sendiri. Disamping, kedua kelompok tersebut masih terdapat golongan yang lain yaitu kelapa hibrida (Bahri, 1996).
Varietas hibrida adalah tipe kultivar yang berupa keturunan langsung dari persilangan antara dua atau lebih populasi pemuliaan. Populasi pemuliaan yang dipakai dapat berupa varietas bersari bebas (baik sintetik maupun komposit) ataupun galur atau lini. Varietas hibrida dibuat untuk mengambil manfaat dari munculnya kombinasi yang baik dari tetua yang dipakai. Jagung hibrida dan padi hibrida memiliki daya tumbuh yang lebih tinggi, relatif lebih tahan penyakit, dan potensi hasilnya lebih tinggi. Ini terjadi karena munculnya gejala heterosis yang hanya dapat terjadi pada persilangan. Pada kelapa hibrida, gejala heterosis tidak dimanfaatkan, tetapi dua sifat baik dari kedua tetua yang tergabung pada keturunannya dimanfaatkan. Kelapa sawit yang dibudidayakan juga merupakan hibrida dengan alasan yang sama (Menon, 1960).
Walaupun kelapa hibrida lebih cepat berbuah, ternyata pada 1-3 tahun pertama ditemukan masalah patah tandan muda. Masalah ini ditemukan baik pada kelapa hibrida local (KHINA) maupun introduksi (PB-121). Hasil pengamatan buah yang gugur dari tandan yang patah beragam antara 5-10 bulan, dan persentase gugur beragam antara 8,59-29,95%. Penyebabnya adalah jumlah dan berat buah/tandan. Penanggulangan patah tandan muda telah berhasil ditemukan teknologinya yaitu dengan menggunakan tali berpengait (Mahmud et al., 1990).
Petani umumnya lebih memilih kelapa Dalam dibandingkan hibrida dengan beberapa pertimbangan, yaitu: (1) walaupun potensi produksi kelapa hibrida lebih tinggi dibanding kelapa Dalam, kelapa hibrida membutuhkan pemeliharaan intensif, terutama pemupukan dan pengendalian penyakit untuk mencapai hasil yang maksimal dan stabil; (2) kelapa Dalam berdasarkan pengalaman tidak memerlukan pemeliharaan intensif untuk mencapai tingkat produksi yang menguntungkan, serta lebih tahan terhadap cekaman lingkungan terutama kekeringan dan serangan penyakit busuk pucuk, sehingga produksinya lebih stabil dan berkesinambungan dibanding kelapa hibrida; (3) benih kelapa Dalam lebih murah dibanding benih kelapa hibrida, karena petani dapat menggunakan buah hasil panen dari kebunnya sebagai benih atau membeli benih kelapa Dalam unggul yang relatif murah dari instansi terkait; dan (4) petani memiliki pengalaman traumatis dengan menanam kelapa hibrida PB-121 dan MAWA, yaitu Setelah kurang lebih 10 tahun mengusahakan kelapa hibrida PB- 121, 5-83% tanaman kelapa dalam suatu areal terserang penyakit busuk pucuk dan gugur buah (Akuba, 2002).

            III. METODE PRAKTIKUM

Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan Acara IV yang berjudul Penaksiran Produktivitas Tanaman Kelapa dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 7 Mei 2013 di beberapa kabupaten di DIY meliputi Kabupaten Sleman, Bantul, atau Kulon Progo. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kebun kelapa milik petani di Daerah Istimewa Yogyakarta. Alat yang digunakan antara lain busur derajat, roll meter, hand counter, alat tulis menulis, dan kendaraan.
Cara kerja pada praktikum ini dimulai dengan datang ke kebun milik petani di kabupaten yang terpilih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian dilakukan wawancara terhadap petani pemilik lahan tersebut dengan point pertanyaan sebagai berikut: identitas petani (nama, umur, alamat, pekerjaan), luas halaman (lahan yang ditanami kelapa serta jumlah pohon kelapa yang dimiliki), teknis budidaya (asal bibit, penanaman, jarak tanam), pemeliharaan (hama dan penyakit, gulma, pemupukan), serta pemanenan dan pasca panen. Setelah itu, diambil 3 sampel tanaman kelapa yang ada disana. Diamati beberapa parameter berikut: jenis tanaman kelapa (dalam, genjah, hibrida, gading, dan sebagainya), tinggi tanaman, jumlah janjang per pohon, jumlah buah per janjang, dan perkiraan waktu panen yang akan datang. Berdasarkan data yang diamati, diperkirakan produktivitas tanaman kelapa milik petani tersebut (dalam satuan butir kelapa per pohon per tahun). Selanjutnya, dibuat laporan kelompok berdasarkan data wawancara dan pengamatan lapangan tersebut. Dibuat pula dokumentasi kegiatan yang telah dilakukan dengan menunjukkan foto dan gambar yang menyertakan praktikan sehingga menunjukkan bahwa praktikan benar telah melaksanakan kegiatan praktikum lapangan.

Rumus Metode Pengukuran Tinggi Tanaman Pohon Kelapa :
tl : tinggi tanaman yang diamati           
Jt0 : tinggi pengamat
l: jarak pengamat ke pohon
t1= l tg J

Tinggi pohon kelapa (Tp) = t0 + t1
Produktivitas Tanaman Kelapa (PTK)  = jumlah butir per janjang x jumlah janjang per pohon x jumlah panen per tahun.


DAFTAR PUSTAKA


Akuba, R. H. 2002. Breeding and Population Genetic Studies on Coconut (Cocos nucifera L.) Composite Variety Using Morphological and Microsatellite Markers. Trinity, Philipinnes.

Anonim. 2008. Deptan Targetkan Peremajaan Tanaman Kelapa 380 ribu Ha. <http://www.hupelita.com/baca.php?id=55059>. Diakses pada tanggal 3 April 2013. 

Anonim. 2013. Kelapa <http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa>. Diakses tanggal 10 Mei 2013.

Bahri, S. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Tahunan. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

Effendi, D.S. 2008. Strategi kebijakan peremajaan kelapa rakyat. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 1 : 288 – 297.

Mahmud, Z., H. Novarianto, dan T. Rompas. 1990. Penyebab patah tandan muda kelapa
              hibrida KHINA dan penanggulangannya. Jurnal Penelitian Kelapa 4 : 8-13.

Maliangkay, R.B. dan R.T.P. Hutapea. 2006. Analisis keunggulan teknologi tebang           bertahap dalam peremajaan kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa VI.         Revitalisasi Perkelapaan Melalui            Pengembangan Kesehatan dan Energi            Alternatif. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Menon, K. P. U and K. M. Pandalai. 1960. The Coconut Palm. Monograph Central Coconut Committee, India.





Sabtu, 11 Mei 2013

Prioritas Komoditas Pangan - Tugas Kebijakan Perlintan


TUGAS MATAKULIAH
KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN
(PNH3270)

“URUTAN PRIORITAS KOMODITAS TANAMAN PANGAN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA”


Disusun oleh:
Nama               : Rivandi Pranandita Putra
NIM                : 10/ 304773/ PN/ 12175
Prodi/ Jur         : Agronomi/ Budidaya Pertanian
Dosen              : Prof. Dr. Ir. Bambang Hadisutrisno, DAA
  Prof. Dr. Ir. Y. Andi Trisyono, M.Sc.


JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013






Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Adapun pembangunan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat (UU Pangan). Sedangkan tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan dalam rangka ; 1. tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, & gizi bagi kepentingan kesehatan manusia. 2. terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan 3. terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan Masyarakat.
Ketahanan pangan merupakan salah satu program pembangunan dengan status prioritas nasional. Sasaran yang perlu dicapai pada prioritas nasional dimaksud adalah:
a. Terpeliharanya dan meningkatnya pencapaian swasembada bahan pangan pokok.
b. Terjaminnya penyaluran subsidi pangan bagi masyarakat miskin.
c. Terjaganya stabilitas harga bahan pangan dalam negeri.
d. Meningkatnya kualitas pola konsumsi pangan masyarakat dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) menjadi sekitar 89,8.
e. Terlindunginya dan meningkatnya lahan pertanian pangan.
f. Terbangunnya dan meningkatnya luas layanan infrastruktur sumber daya air dan irigasi.
g. Meningkatnya PDB sektor pertanian, perikanan dan kehutanan dengan pertumbuhan 3,2%.
h. Tercapainya indeks Nilai Tukar Petani (NTP) diatas 105 dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) menjadi 110.
Subsektor tanaman pangan memiliki keragaman komoditas yang cukup banyak untuk dapat ditumbuhkembangkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang Daftar Komoditi Binaan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Hortikultura, dan Direktorat Jenderal Perkebunan, dimana Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memiliki 36 komoditi tanaman pangan sebagai tanggung jawab binaan. Namun demikian, karena faktor keterbatasan yang ada, arah dan kebijakan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan diprioritaskan pada:
1) Komoditi utama dan unggulan nasional, yaitu padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Komoditi ini merupakan komoditi utama dan unggulan bagi kebutuhan pangan pokok nasional.
2) Komoditi alternatif/unggulan daerah (lokal) seperti talas, garut, gembili, sorgum, gandum dan lain-lain. Komoditi ini sebagai substitusi maupun komplemen dari komoditas utama dan unggulan nasional.
Dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan harus ada politik pangan. Hal ini dimulai dengan memilah, mana komoditas pangan prioritas dan tidak prioritas. etelah ditetapkan bahan pangan prioritas, maka pemerintah harus memprioritaskan bahan pangan tersebut termasuk dukungan anggaran untuk mencukupi kebutuhan pangan tersebut. Mengenai bagaimana mencukupinya, diperlukan strategi sendiri yang merupakan politik pangan. “Pemerintah perlu mencari strategi baru politik pangan (Cahyo, 2012).

Tabel 1. Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun 2012
Prioritas
Komoditas
Luas Tanam (hektar)
Luas Panen (hektar)
Produktivitas (ku/ ha)
Produksi (Ton)
1
Padi
14.026.771
13.556.865
53,13
72.026.235
2
Jagung
4.874.437
4.655.430
51,55
24.000.000
3
Ubi Kayu
1.381.600
1.315.800
190,00
25.000.000
4
Kedelai
1.312.000
1.250.000
15,20
1.900.000
5
Kacang Tanah
825.000
785.700
14,00
1.100.000
6
Kacang Hijau
342.600
325.500
11,98
390.000
7
Ubi Jalar
207.000
196.700
117,00
2.300.000
Sumber: Renstra Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2010-2014
Pengembangan ketujuh komoditi tanaman pangan diimplementasikan dalam berbagai jenis kegiatan yang saling terkait dan saling mendukung. Peningkatan produksi lima komoditas prioritas itu diupayakan dengan strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi, dan dukungan lembaga pembiayaan. Dalam perkembangannya, sejak tahun 2011, komoditi yang menjadi skala prioritas difokuskan pada padi, jagung, dan kedelai. Saat ini, ketiga komoditi tersebut merupakan gambaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dalam melaksanakan pengembangan komoditi tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memantapkan berbagai peraturan perundang-undangan dan memberikan berbagai instrumen anggaran yang diperlukan melalui APBN, seperti dana dekonsentrasi, dana tugas pembantuan, dana alokasi khusus (DAK), dana subsidi, dan berbagai jenis lainnya.
Selain data tersebut, pemerintah juga menargetkan swasembada 5 komoditas pangan utama yaitu padi, jagung, kedelai, gula, dan daging di tahun 2014. Target ini tidak muncul secara tiba-tiba, namun dilatarbelakangi oleh produksi pangan domestik yang belum optimal. Menyikapi target ini, pemerintah merasa yakin akan mencapai keberhasilan. Hal ini mengingat sektor pertanian merupakan sektor dengan sumber daya yang dapat diperbaharui dan menjanjikan, selain itu, latar belakang Indonesia sebagai Negara Agraris pun menjadi alasan keyakinan pemerintah akan keberhasilan kebijakan ini. Dalam mencapai target ini, pemerintah akan memfokuskan pembangunan di sektor pertanian pada perbaikan infrastruktur dan peningkatan teknologi pertanian, pembukaan dan intensifikasi lahan pertanian, serta pelaksanaan politik anggaran untuk sektor pertanian yang terencana.
Menurut data dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan), bahwa setiap komoditas yang menjadi prioritas untuk mencapai swasembada memiliki target angka produksi yang berbeda beda. Pemerintah menargetkan produksi masing-masing komoditas yaitu : untuk padi sebanyak 76.57 juta ton, 20.82 juta ton komoditas jagung, 2.70 juta ton komoditas kedelai, 3,10 juta ton komoditas gula dan 0,53 juta ton daging sapi untuk mencapai swasembada di tahun 2014. Untuk mencapai target yang telah ditentukan ini diperlukan kontribusi dan dukungan dari berbagai pihak terkait agar pencapaian ketersediaan pangan nasional bisa terwujud di tahun 2014 nantinya. Dari 5 komoditas pangan yang menjadi prioritas pemerintah di tahun 2014 nanti sebenarnya permasalahan umumnya sama yaitu ketersediaan lahan yang terbatas, terjadinya konversi lahan, SDM yang sedikit dan tidak mumpuni, pengembangan bibit unggul yang masih terkendala, kompleksitas lembaga dan institusi pertanian, mahalnya biaya produksi, mahalnya biaya transportasi dan masalah permodalan untuk petani dalam melakukan aktivitas pertanian.
Pada tahun 2010, untuk produksi padi ditarget tumbuh sebesar 66,68 juta ton. Namun, untuk realisasinya hanya mencapai 66,41 juta ton.
Sementara untuk produksi jagung, tahun 2010 ditargetkan mencapai 19,8 juta ton, namun realisasinya hanya sebesar 18,4 juta ton. Untuk produksi kedelai pada 2010 sasarannya sebesar 1,3 juta ton, namun realisasi hanya sebesar 0,98 juta ton. Produksi gula tahun 2010, pemerintah menargetkan sebesar 2,9 juta ton, namun realisasi hanya sebesar 2,7 juta ton. Produksi daging sapi targetnya sebesar 412.000 ton, namun realisasinya lebih besar yakni mencapai 435.000 ton. Pemerintah mengakui besarnya kebutuhan konsumsi pangan dalam negeri belum sepenuhnya bisa disuplai dari dalam negeri. Hal inilah yang menjadi dasar dipilihnya lima komoditas tersebut menjadi prioritas. Komoditi pangan untuk beras, diakui sudah berstatus swasembada (Anonim, 2011).
Tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah komoditas yang diprioritaskan oleh pemerintah untuk mencapai swasembada pangan. Padi merupakan salah satu dari lima pangan utama yang notabene sebagai pangan pokok, sampai detik ini masih bisa dipertahankan swasembada nya. Sejak tahun 2008, swasembada beras tumbuh enam persen. Kemudian di tahun 2009 tumbuh sembilan persen dan di tahun 2010 turun pertumbuhannya hanya 4,6 persen. Tentunya hal ini menjadi ancaman kedepan. Dari sisi produktivitas, sebetulnya padi lokal cukup baik. Tinggal bagaimana mengembangkan varietas-varietas agar produktifitasnya melonjak. Hibrida bisa dikembangkan di dalam negeri dengan menggunakan teknologi terkini, apalagi jenis hibrida sekali panen bisa produksi 10 ton per hektar.
            Deptan memperkirakan tiga komoditas pertanian prioritas untuk bahan pangan membutuhkan perluasan lahan sekitar 2,11 juta hektare (ha) dalam dua tahun ke depan dibandingkan dengan luas areal panen pada 2007. Luas lahan baru itu mencakup perluasan areal sawah sebesar 0,7 juta ha menjadi 12,8 juta ha pada 2009 dibandingkan luas panen 2007. Pada periode yang sama, jagung dan kedelai diperhitungkan perlu areal tambahan sebesar 0,74 juta ha dan 0,67 juta ha (Hernanda dan Sihombing, 2008).



DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. 5 Komoditas Masuk Perencanaan Bappenas. <http://en.bisnis.com/articles/5           komoditas-masuk-perencanaan-bappenas>. Diakses pada tanggal 30 April 2013.
Cahyo. 2012. Indonesia Sulit Wujudkan Ketahanan Pangan. <http://www.neraca.co.id/harian/            article/17509/Indonesia.Sulit.Wujudkan.Ketahanan.Pangan>. Diakses pada tanggal 30      April 2013.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2012. Pedoman Pelaksanaan Program Peningkatan  Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan        Swasembada Berkelanjutan. Kementerian Pertanian, Jakarta.
Hernanda, A.R. dan Sihombing, M. 2008. Dorong Intensif Petani Tanaman Pangan. Majalah        Bisnis Indonesia Online.