Senin, 13 Mei 2013

Draft BTT Acara 4


DRAFT LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN

ACARA IV
PENAKSIRAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KELAPA
 
Disusun Oleh :
                                                Nama      : Rivandi Pranandita Putra
                                                NIM       : 12175/ PN
                                                Gol/Kel   :  B2/ 3
                                                Asisten    : 1. Putri Wulandari
                                                                 2. Rean Afina
                                                                 3. Ria Arum Yuliana
                                                            


LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
PROGRAM STUDI AGRONOMI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GAJAH MADA
YOGYAKARTA
2013


ACARA IV
PENAKSIRAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KELAPA

I.       PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Kelapa merupakan tumbuhan tropis. Komoditas ini mempunyai nilai ekonomi tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, sehingga kelapa disebut sebagai the tree of life (pohon kehidupan), karena hampir seluruh bagian tanaman kelapa dapat digunakan untuk kebutuhan manusia sehari-hari. Kelapa (Cocos nucifera L.) masuk kedalam kelas Monocotyledonae, Ordo Palmales, dan Familia Palmae. Secara umun tanaman kelapa dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu kelapa dalam, kelapa genjah, dan kelapa hibrida. Produktivitas kelapa dalam saat ini sangat rendah bila dibandingkan dengan kemampuannya berproduksi. Sebagian besar pertanaman kelapa rakyat belum memenuhi standar budidaya, sehingga produktivitasnya rendah. Sebagian besar kebun kelapa rakyat memiliki produktivitas yang rendah. Produktivitas tanaman kelapa sampai dengan tahun 2005 baru mencapai 0,62-1,67 ton kopra per hektar per tahun atau setara 2.500-6.500 butir kelapa.
            Rendahnya produktivitas disebabkan oleh pemeliharaan yang kurang dan rendahnya minat masyarakat untuk memanfaatkan produk dari pohon kelapa. Kebanyakan petani kelapa belum menggunakan bibit unggul dan kurangnya pemeliharaan akibat umur tanaman yang telah tua dan lingkungan tumbuh yang tidak sesuai. Kecenderungan terjadinya eksploitasi monopsonistik oleh perusahaan inti terhadap petani plasma merupakan salah satu penyebab penurunan areal pertanaman tersebut. Hal lain yang menjadi faktor penyebab permasalahn tersebut adalah kurangnya pengetahuan akan teknologi penerapan budidaya kelapa di kalangan petani. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produktivitas kelapa dan pendapatan petani, kelapa tua perlu diremajakan, kelapa yang relatif muda direhabilitasi dan perlu adanya penerpan teknologi tepat guna dalam budiaya tanaman kelapa, serta utamanya diperlukan pengkajian mengenai penaksiran produktivitas kelapa di suatu daerah dalam satu satuan luas lahan per satu satuan waktu sehingga dapat dilakukan upaya teknis lanjutan untuk peningkatan produktivitas kelapa tanpa hambatan yang berarti. Oleh karena itu, pengetahuan tentang penaksiran produktivitas tanaman kelapa perlu diketahui mahasiswa pertanian yang akan dilakukan dalam praktikum ini.

B. Tujuan
1.      Mengetahui produktivitas tanaman kelapa di suatu daerah dalam satu satuan luas lahan per satu satuan waktu.
2.      Mempelajari penerapan teknologi budidaya kelapa di tingkat petani.


II.                TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini. Kelapa secara alami tumbuh di pantai dan pohonnya mencapai ketinggian 30 m. Kelapa berasal dari pesisir Samudera Hindia, namun kini telah tersebar di seluruh daerah tropika. Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1000 m dari permukaan laut, namun akan mengalami pelambatan pertumbuhan (Anonim, 2010).
Produktivitas tanaman kelapa di Indonesia, saat ini baru sekitar 50 persen dari potensinya atau hanya 1,1 ton/ha. Selain rendahnya produktivitas tanaman persoalan lain dalam pengembangan kelapa di Indonesia yakni pemanfaatan produk hilir maupun hasil sampingan belum banyak dilakukan. Selama ini komoditas kelapa hanya dimanfaatkan produk primernya saja dalam bentuk kelapa segar maupun kopra untuk bahan baku minyak goreng. Saat ini, Indonesia baru mampu menghasilkan 22 ragam produk turunan kelapa, jauh di bawah Filipina yang telah memproduksi lebih dari 100 jenis diversifikasi produk berbasis kelapa (Anonim, 2008). 
Produktivitas kelapa menurun sejalan dengan meningkatnya umur tanaman. Lebih lanjut, rendahnya produktivitas kelapa antara lain disebabkan oleh fungsi akar yang menurun dan batang yang terlalu tinggi. Potensi produksi kelapa dalam unggul yang sudah dilepas berkisar antara 2,8-3,3 ton kopra/ha/tahun. Pada tahun 2005, luas areal perkebunan rakyat mencapai 3.786.063 ha dengan komposisi tanaman belum menghasilkan (TBM) 16,47% (0,62 juta ha), tanaman menghasilkan (TM) 73,75% (2,79 juta ha), dan tanaman tidak menghasilkan/tanaman rusak (TTM/TR) 9,77% (0,37 juta ha) (Effendi, 2008).
Keterbatasan sumber daya yang dimiliki petani sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman kelapa. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman adalah mengganti atau meremajakan tanaman kelapa. Peremajaan kelapa sudah berlangsung lama, namun hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu aspek yang sangat berpengaruhTeknologi yang dibutuhkan dalam program peremajaan sesuai dengan kondisi kelapa rakyat saat ini adalah: (1) teknologi yang dapat memperkecil atau menghilangkan dampak peremajaan terhadap pendapatan petani; (2) teknologi yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan tanaman sela; (3) teknologi pemeliharaan tanaman yang meliputi pemupukan, pengendalian gulma serta hama dan penyakit; (4) teknologi perbenihan untuk memenuhi kebutuhan benih unggul; dan (5) teknologi pemanfaatan kayu kelapa untuk mebel dan bahan bangunan (Maliangkay dan Hutapea 2006).
Jenis tanaman kelapa cukup banyak, namun pada umumnya komoditas tersebut digolongkan dalam 2 kelompok. Kelompok yang pertama adalah jenis kelapa berumur dalam atau Tall variety dan berumur genjah atau Dwarf variety. Golongan yang pertama biasanya diserbukan oleh angin dan serangga, sedangkan kelompok genjah menyerbuk secara sendiri. Disamping, kedua kelompok tersebut masih terdapat golongan yang lain yaitu kelapa hibrida (Bahri, 1996).
Varietas hibrida adalah tipe kultivar yang berupa keturunan langsung dari persilangan antara dua atau lebih populasi pemuliaan. Populasi pemuliaan yang dipakai dapat berupa varietas bersari bebas (baik sintetik maupun komposit) ataupun galur atau lini. Varietas hibrida dibuat untuk mengambil manfaat dari munculnya kombinasi yang baik dari tetua yang dipakai. Jagung hibrida dan padi hibrida memiliki daya tumbuh yang lebih tinggi, relatif lebih tahan penyakit, dan potensi hasilnya lebih tinggi. Ini terjadi karena munculnya gejala heterosis yang hanya dapat terjadi pada persilangan. Pada kelapa hibrida, gejala heterosis tidak dimanfaatkan, tetapi dua sifat baik dari kedua tetua yang tergabung pada keturunannya dimanfaatkan. Kelapa sawit yang dibudidayakan juga merupakan hibrida dengan alasan yang sama (Menon, 1960).
Walaupun kelapa hibrida lebih cepat berbuah, ternyata pada 1-3 tahun pertama ditemukan masalah patah tandan muda. Masalah ini ditemukan baik pada kelapa hibrida local (KHINA) maupun introduksi (PB-121). Hasil pengamatan buah yang gugur dari tandan yang patah beragam antara 5-10 bulan, dan persentase gugur beragam antara 8,59-29,95%. Penyebabnya adalah jumlah dan berat buah/tandan. Penanggulangan patah tandan muda telah berhasil ditemukan teknologinya yaitu dengan menggunakan tali berpengait (Mahmud et al., 1990).
Petani umumnya lebih memilih kelapa Dalam dibandingkan hibrida dengan beberapa pertimbangan, yaitu: (1) walaupun potensi produksi kelapa hibrida lebih tinggi dibanding kelapa Dalam, kelapa hibrida membutuhkan pemeliharaan intensif, terutama pemupukan dan pengendalian penyakit untuk mencapai hasil yang maksimal dan stabil; (2) kelapa Dalam berdasarkan pengalaman tidak memerlukan pemeliharaan intensif untuk mencapai tingkat produksi yang menguntungkan, serta lebih tahan terhadap cekaman lingkungan terutama kekeringan dan serangan penyakit busuk pucuk, sehingga produksinya lebih stabil dan berkesinambungan dibanding kelapa hibrida; (3) benih kelapa Dalam lebih murah dibanding benih kelapa hibrida, karena petani dapat menggunakan buah hasil panen dari kebunnya sebagai benih atau membeli benih kelapa Dalam unggul yang relatif murah dari instansi terkait; dan (4) petani memiliki pengalaman traumatis dengan menanam kelapa hibrida PB-121 dan MAWA, yaitu Setelah kurang lebih 10 tahun mengusahakan kelapa hibrida PB- 121, 5-83% tanaman kelapa dalam suatu areal terserang penyakit busuk pucuk dan gugur buah (Akuba, 2002).

            III. METODE PRAKTIKUM

Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan Acara IV yang berjudul Penaksiran Produktivitas Tanaman Kelapa dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 7 Mei 2013 di beberapa kabupaten di DIY meliputi Kabupaten Sleman, Bantul, atau Kulon Progo. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kebun kelapa milik petani di Daerah Istimewa Yogyakarta. Alat yang digunakan antara lain busur derajat, roll meter, hand counter, alat tulis menulis, dan kendaraan.
Cara kerja pada praktikum ini dimulai dengan datang ke kebun milik petani di kabupaten yang terpilih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian dilakukan wawancara terhadap petani pemilik lahan tersebut dengan point pertanyaan sebagai berikut: identitas petani (nama, umur, alamat, pekerjaan), luas halaman (lahan yang ditanami kelapa serta jumlah pohon kelapa yang dimiliki), teknis budidaya (asal bibit, penanaman, jarak tanam), pemeliharaan (hama dan penyakit, gulma, pemupukan), serta pemanenan dan pasca panen. Setelah itu, diambil 3 sampel tanaman kelapa yang ada disana. Diamati beberapa parameter berikut: jenis tanaman kelapa (dalam, genjah, hibrida, gading, dan sebagainya), tinggi tanaman, jumlah janjang per pohon, jumlah buah per janjang, dan perkiraan waktu panen yang akan datang. Berdasarkan data yang diamati, diperkirakan produktivitas tanaman kelapa milik petani tersebut (dalam satuan butir kelapa per pohon per tahun). Selanjutnya, dibuat laporan kelompok berdasarkan data wawancara dan pengamatan lapangan tersebut. Dibuat pula dokumentasi kegiatan yang telah dilakukan dengan menunjukkan foto dan gambar yang menyertakan praktikan sehingga menunjukkan bahwa praktikan benar telah melaksanakan kegiatan praktikum lapangan.

Rumus Metode Pengukuran Tinggi Tanaman Pohon Kelapa :
tl : tinggi tanaman yang diamati           
Jt0 : tinggi pengamat
l: jarak pengamat ke pohon
t1= l tg J

Tinggi pohon kelapa (Tp) = t0 + t1
Produktivitas Tanaman Kelapa (PTK)  = jumlah butir per janjang x jumlah janjang per pohon x jumlah panen per tahun.


DAFTAR PUSTAKA


Akuba, R. H. 2002. Breeding and Population Genetic Studies on Coconut (Cocos nucifera L.) Composite Variety Using Morphological and Microsatellite Markers. Trinity, Philipinnes.

Anonim. 2008. Deptan Targetkan Peremajaan Tanaman Kelapa 380 ribu Ha. <http://www.hupelita.com/baca.php?id=55059>. Diakses pada tanggal 3 April 2013. 

Anonim. 2013. Kelapa <http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa>. Diakses tanggal 10 Mei 2013.

Bahri, S. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Tahunan. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

Effendi, D.S. 2008. Strategi kebijakan peremajaan kelapa rakyat. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 1 : 288 – 297.

Mahmud, Z., H. Novarianto, dan T. Rompas. 1990. Penyebab patah tandan muda kelapa
              hibrida KHINA dan penanggulangannya. Jurnal Penelitian Kelapa 4 : 8-13.

Maliangkay, R.B. dan R.T.P. Hutapea. 2006. Analisis keunggulan teknologi tebang           bertahap dalam peremajaan kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa VI.         Revitalisasi Perkelapaan Melalui            Pengembangan Kesehatan dan Energi            Alternatif. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Menon, K. P. U and K. M. Pandalai. 1960. The Coconut Palm. Monograph Central Coconut Committee, India.





Tidak ada komentar: